Perkenalkan, namaku Sonya, umurku 17 tahun 5 bulan lewat 29 hari. Aku baru saja menjadi mahasiswa di kampus ternama di ibukota. Ayah dan ibuku adalah pegawai kantor pajak. Aku anak tunggal, otomatis semua kasih sayang dan materi melimpah ruah untukku. Bagiku jangankan kuliah di kampus ternama, di kampus termahal pun aku mampu. Hanya saja karena aku dikaruniai otak encer jadilah aku lebih memilih kampus negeri dibanding swasta. Jurusan? Sudah pasti aku memilih yang bonafide di antara yang bonafide. Yap, kedokteran! Apalagi?
Namaku Sonya, aku baru saja tercatat sebagai mahasiswa kedokteran kampus ternama di ibukota. Perjalananku masih panjang, sepanjang planning-planning yang aku buat; 17 tahun mulai kuliah, 21 tahun bergelar “S.Ked”, 23 tahun bergelar “dokter” dan langsung mengambil spesialis orthopedi, 26 tahun resmi bergelar “dr. Sonya Ariesanti, Sp.OT”. Duh, membayangkannya saja aku sudah merasa keren.
Tapi, hari ini jadwalku padat sekali. Masa orientasi akan segera berakhir dan kami akan menyiapkan malam puncaknya, yaitu malam inagurasi, aku ketua panitianya. Jadi, sudah pasti aku menjadi orang paling sibuk di kampus ternama itu hari ini.
Tapi entah kenapa hari ini pikiranku kacau. Blank! To-do-list yang sudah aku susun rapi tetiba menjadi random di kepalaku. Aku bahkan lupa membawa handphone. Padahal aku harap saat tiba di kampus aku bisa totalitas mengatur semuanya tanpa ada yang tertinggal sebiji pun. Tapi sekarang aku justru melupakan benda sepenting itu. Arghh! Baiklah aku akan pulang secepatnya sebelum seluruh panitia mendapati ketuanya tertinggal benda canggih itu.
Aku memacu gas sepeda motorku. Hari masih sangat pagi. Semburat kekuningan fajar baru akan menyingsing. Aku tetiba teringat sesuatu yang lebih penting. Ya ampun! Sepertinya aku melewatkan sholat subuh hari ini! Bagaimana bisa? Pastilah karena sisi perfectionist ku mencuat tak terbendung, terlalu khawatir dengan acara puncak hari ini aku jadi tidak sengaja melupakan subuhku. Baiklah akan aku kerjakan setiba di rumah. Hmm, kalau sempat. Yang pasti handphoneku harus masuk tas lebih dulu.
Tas? Oh iya aku ingat, di tasku juga ada undangan pengajian mahasiswa baru. Lusa kemarin aku bertemu kawan lama dan bercakap panjang. Aku melihat dia sangat berubah. Dia yang dulunya hobi pacaran, pakaian serba terbuka, dan keras kepala kini justru santun perangainya, tertutup pakaiannya, elegan cara bicaranya. Aku bilang aku ingin sepertinya, mendalami ilmu agama karena aku merasa dari dulu seperti jalan di tempat. Pakaianku sih longgar, tapi aku masih bercelana dan tidak kunjung berkerudung.
Dia menyambut niat itu dengan suka cita dan mengundangku ke pengajian mahasiswa di kampus. Tunggu dulu! Bukankah jam 7 ini acaranya dan aku sudah berjanji akan datang? Ah, nanti-nanti saja kan bisa. Pengajian tidak sekali ini diselenggarakan. Besok-besok aku bisa ikut pengajiannya….kalau tidak sibuk. Aku tersenyum kecut ketika menyadari akan separah apa jadwal kuliahku nanti. Maklum, aku mahasiswa kedokteran yang akan sibuk berkutat dengan buku-buku tebal.
Buku tebal? Oh iya, aku lupa mengembalikan Sobotta Anatomi sepupuku. Padahal aku janji mengembalikannya minggu lalu. Dua bulan sebelum aku resmi menginjakkan kaki di fakultas ini aku meminjam buku itu pada sepupuku yang sedang ujian co-ass. Aku ingin belajar lebih dulu daripada teman yang lain, aku ingin setiap yang diucapkan dosen sudah 100x lebih dulu dicerna otakku.
Aku Sonya, si perfectionist. Tapi, astaga! Sungguh aku bingung sekali dengan diriku hari ini. Lupa dengan banyak janji. Ah, sudahlah, selesai hari terpenat ini aku langsung ke rumahnya mengembalikan bukunya. Semoga dia tidak marah.
Pikiranku sibuk sekali dan semakin kacau saja, tapi aku berusaha menambah gas karena sesubuh ini tidak banyak kendaraan lalu lalang. Tidak cukup sampai di situ aku juga memotong letter U agar cepat sampai ke rumah. Tapi, fatal akibatnya. Aku yang terburu-buru ditambah pikiran melayang membuat aku tidak sadar ada sebuah mobil yang melaju kencang dari arah berlawanan. Beberapa mili detik kemudian aku mendengar suara dentuman dahsyat tapi seribu sayang aku tak mampu mengelak. Aku merasa sekujur tubuhku remuk, tapi anehnya aku merasa….ringan.
Namaku Sonya. Umurku 17 tahun 5 bulan 29 hari dan sayangnya tidak akan bertambah lagi. Seandainya aku tau hari itu usiaku tidak akan bertambah tentu aku tidak akan melewatkan subuhku, mengembalikan buku sesuai janjiku, dan pasti akan menyempatkan mendatangi pengajian, di mana aku bisa memperbaiki diriku sebelum ajal menjemput.
Namaku Sonya, mantan mahasiswa kedokteran yang tidak akan lagi bisa menggapai gelar spesialis orto, bukan hanya karena tulangku patah karena kejadian hari itu, tapi juga karena aku sudah lebih dulu bergelar almarhumah.