BLANTERWISDOM101

Indonesia dan (Kebakaran) Hutan, Sebuah Ironi Bumi Khatulistiwa

Selasa, 14 Juni 2022

 Indonesia dan (Kebakaran) Hutan, Sebuah Ironi Bumi Khatulistiwa - Bismillah....

Tinggal di Indonesia adalah sebuah kebanggan. Kebanggan karena memiliki 2 musim dan kebanggan memiliki hutan hujan tropis. Memiliki 2 musim juga berarti memiliki sinar matahari berlimpah yang membuat tanaman tumbuh subur tanpa terganggu musim salju yang membuat tanaman berhibernasi. Maka tidak heran negara kita juga dijuluki emerald of equator, si zamrud khatulistiwa, karena konon jika dilihat dari pesawat terbang, hutan hujan tropis kita bagai hamparan hijau yang membentang seluas mata memandang.

Zamrud Khatulistiwa dalam tangkapan citra satelit
(Bukit Rawi dan Sungai Kahayan Kalimantan Tengah)

Fun Fact tentang Hutan Indonesia

Cantik.

Menawan.

Itulah zamrud khatulistiwa kita.

Tidak hanya soal fisiknya, ternyata hutan hujan tropis Indonesia turut menyimpan masa depan bumi. Kita tahu, di dalam akar-akar raksasanya, hutan menyimpan cadangan air yang melimpah: mengikatnya saat hujan dan mengeluarkan saat kemarau. Kita juga tahu, hutan juga menyediakan kita oksigen (O2) sebagai hasil dari fotosintesis sekaligus menangkap karbondioksida (CO2) dalam proses tersebut. Dari sini saja kita pasti setuju berjamaah bahwa hutan sangat penting untuk kehidupan.

Tapi, mungkin yang tidak banyak kita tahu fungsi hutan sebagai mitigasi perubahan iklim.

Hutan adalah salah satu penyimpan cadangan karbon terbesar di bumi (salah satu yang lain adalah lamun -sebagai karbon biru). Hal ini sebagai implikasi dari penyerapan karbondioksida pada fotosintesis pada pepohonan yang kemudian disimpan dalam bentuk karbohidrat pada kantong karbon di akar, batang, dan daun.

Hutan Hujan Tropis Ketiga Terbesar Dunia

Tahukah kalian, kita menduduki posisi ketiga pemilik hutan hujan tropis ketiga setelah Brazil dengan Hutan Amazone-nya dan Kongo.

Lahan Gambut Kedua Terbesar Dunia

Tidak hanya hutan hujan tropis, Indonesia juga masuk sebagai pemilik hutan gambut terluas kedua di dunia (setelah Brazil di urutan pertama dan Kongo di urutan ketiga).

Tidak seperti hutan hujan tropis yang sudah sangat familiar di telinga bahkan sejak kita SD, hutan gambut justru terdengar lebih asing. Apa itu gambut? Aku taunya gabut. Gkgkgk

Padahal faktanya Indonesia menjadi tempat bagi lahan gambut terluas kedua dunia1 .

Tapi apa sih gambut itu?

Sekilas tentang Gambut

Gambut adalah jenis lahan basah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa pepohonan, tumbuhan, jasad hewan, lumut yang terjadi dalam waktu lama namun tidak terurai secara sempurna. Proses terjadinya gambut memakan waktu ribuan tahun hingga membentuk lapisan tebal (sebut saja kubah gambut) yang sifatnya seperti spons yang menyerap air saat musim hujan dan mengeluarkan cadangan airnya saat musim kemarau.

Kubah gambut yang berfungsi sebagai spons, sangat penting keberadaannya dalam menjaga keseimbangan cadangan air dan karbon. Pada gambar di bawah ini kubah gambut yang berwarna hitam

pengertian gambut
Gambut adalah tanah yang berisi sisa-sisa makhluk hidup yang terpendam dalam tanah namun tidak terurai secara sempurna. (Sumber: Pantau Gambut)

Saya tinggal di provinsi dengan lahan gambut terluas kedua di Indonesia, Kalimantan Tengah. Selain berciri khas tergenang, lahan gambut punya pH sangat rendah dengan mineral tanah yang minim sehingga tidak cocok dijadikan lahan pertanian. Jadi untuk punya tanaman produktif di sini, saya mengeluarkan cost lebih dari ketika saya menanam di kampung halaman saya yang notabene tanah mineral. Hiks...

Namun, lahan gambut tentu tidak diciptakan Maha Pencipta tanpa maksud.

Karena tersusun dari materi organik yang tidak terurai dengan baik, gambut meskipun luasnya hanya 3% dari luas daratan di bumi ternyata menyimpan potensi karbon 20x lipat lebih banyak daripada hutan hujan tropis. Dan ada sekitar 57 GigaTon karbon2 yang tersimpan di dalam lahan gambut Indonesia atau 30% cadangan karbon dunia.

Gambut juga sebagai tempat tinggal hewan dan tumbuhan endemik serta mata pencaharian penduduk lokal. Saya pernah membaca bahwa suku dayak sangat menghormati gambut, mereka tidak mau merusak gambut. Mungkin mereka tidak sampai melakukan penelitian berbasis sains untuk mengukur efeknya. Namun mereka mungkin tau bila gambut dirusak, maka rusak jua lah "spons alam" mereka. Maka yang terjadi adalah: banjir saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau.

Belum lagi jika kita bicara karbon yang tersimpan di lapisan bawah gambut yang jika dirusak maka karbon akan mudah bereaksi dengan oksigen membentuk CO2 yang menyebabkannya mudah terbakar dan menambah emisi gas rumah kaca.

Sad Fact tentang Hutan Indonesia

Sejarah Kebakaran Hutan

Akhirnya kita masuk ke bagian yang menyedihkan. Fakta bahwa kebakaran hutan di Indonesia memang selalu mengiris. Kabut asap pertama di Indonesia nyatanya sudah terjadi sejak 1967 di Palembang, 1970 di Kalimantan Selatan, 1996 di Kalimantan Tengah, dan terjadi lagi 1997 yang katanya berlangsung sampai 7 bulan lamanya, itulah kebakaran hutan terbesar dan terparah pertama dengan emisi gas CO2 sebesar 2,57 GigaTon melayang ke atmosfer.

Kemudian kejadian ini terulang lagi pada tahun-tahun berikutnya namun dengan intensitas di bawahnya. Hingga akhirnya tahun 2015 datang dengan El Nino yang sangat kering. Momen yang mungkin ditunggu-tunggu oknum untuk "membersihkan" lahannya tanpa keluar modal banyak -namun "sangat sukses" membuat 20 juta manusia menderita karena menghirup asap pekat.

Tahun itu hutan kita kembali dibabat api dengan luas kebakaran hingga mencapai 2,61 juta hektar. Seberapa luas itu? Kira-kira seluas 3.840x lapangan sepak bola menurut standar FIFA.

Ckckckck

Tiga tahun berturut-turut setelahnya kita sempat merasakan segarnya udara kembali, namun faktanya kebakaran ternyata tetap terjadi dalam skala yang lebih kecil. Fakta yang baru saya ketahui saat mengikuti webinar bersama #EcoBloggerSquad dengan Kak Cecil sebagai narasumber dari Auriga Nusantara.

Hingga 2019 bencana itu kembali menghantam. Indonesia kehilangan total 1,61 juta hektar hutan hujan tropis dan lahan gambut.

karhutla palangka 2019
Kebakaran hutan 2019 di Palangka Raya
(Sumber: ANTARA Foto)

Kemudian tim Auriga Nusantara mengumpulkan data dan mengolahnya dalam sebuah grafik. Data tersebut adalah akumulasi selama 6 tahun kebakaran hutan 2015-2020. Kalian bisa perhatikan dengan seksama grafik di bawah.

luas kebakaran hutan indonesia
Sumber: Auriga Nusantara

Grafik lingkaran sebelah kanan menunjukkan 15 provinsi di Indonesia langganan karhutla. Lalu setiap provinsi diuraikan luas lahan yang terbakar setiap tahun. Grafik merah sebelah kiri adalah representatif dari grafik lingkaran alias akumulasi luasan hutan yang terbakar dalam kurun waktu 2015-2020 terakhir. Siapakah "juara" terbanyaknya?

Pulau Kalimantan dan Papua tempat gambut terbanyak berasal.

luasan gambut di dunia dan indonesia

Dampak Kebakaran Hutan

Dampak kebakaran hutan meliputi seluruh dimensi kehidupan. Karena kabut yang kalian lihat di televisi itu sungguh bukan kabut seperti di pegunungan yang segar dingin. Kabut ini kabut asap, panas, bau, dan partikelnya menusuk hidung.

Berdasarkan data yang didapat dari Auriga Nusantara, setidaknya ada 24 orang meninggal dunia dan 600.000 jiwa terjangkit ISPA saat kebakaran tahun 2015. Di dunia pendidikan ada 1,5 juta peserta didik mengalami ketertinggalan pelajaran dan lebih dari 46.000 sekolah memiliki kualitas udara buruk. Belum lagi bicara aspek ekonomi dan transportasi yang semua nyaris lumpuh dalam beberapa bulan.

Namun tidak hanya manusia yang menderita, tapi juga satwa yang tinggal di hutan. Entah berapa banyak ular, orang utan, dan monyet yang terpanggang dalam karhutla. Setelah reda kebakaran, mereka pun masih dihadapkan pada fakta musnahnya habitat mereka.

kebakaran hutan

Selain dampak yang langsung dirasakan saat kejadian, ada satu lagi impact yang merupakan dampak susulan, yaitu dampak ekologis. Dampak ini dirasakan setelah beberapa waktu karhutla telah berlalu. Tepatnya saat musim hujan. Ya, banjir. Kalimantan Tengah baru-baru ini menerima banjir beberapa kali dalam setahun. Kami sudah kehilangan banyak spons alam berharga itu sehingga tidak ada lagi yang menyerap air saat hujan datang.

Siapa Pelakunya?

Siapa pelakunya? Alam kah? Atau manusia kah?

Beberapa pihak menuding bahwa gelombang panas El Nino adalah penyebabnya. Padahal faktor alam hanya sekitar 1% menurut para ahli. Artinya 99% sisanya adalah ulah tangan manusia3. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sendiri telah mendaftar 413 perusahaan yang diduga terkait dengan karhutla 2019 dan 10 nya sudah diberi sanksi administrasi.

Apakah sanksi ini mengubah mereka? Let time tell the truth.

Berikut adalah tangkapan citra satelit yang diambil tim Auriga Nusantara di Ogan Komering Hilir, Sumatera Selatan. Sebelah kiri kondisi bulan Mei 2019 dan sebelah kiri November 2019 setelah terjadi karhutla. Lihat perbedaanya, bukan?

Kenapa kita harus peduli dengan sad fact tentang hutan kita? Karena karhutla kita mempercepat perubahan iklim dan krisis iklim yang tengah terjadi sekarang. Jika sekarang kita sudah merasakan cuaca eksrim dan musim yang tidak menentu, bagaimana dengan anak cucu cicit kita?

Jangan jadi nenek moyang egois....

Referensi

https://katadata.co.id/timpublikasikatadata/infografik/5e9a519433cb1/luas-gambut-indonesia-terbesar-kedua-di-dunia

https://v1.pantaugambut.id/pelajari/peran-penting-lahan-gambut/lahan-gambut-menjaga-perubahan-iklim

https://bnpb.go.id/berita/99-penyebab-kebakaran-hutan-dan-lahan-adalah-ulah-manusia

https://www.dw.com/id/penyebab-kebakaran-hutan-terungkap/a-18801135

https://www.mongabay.co.id/2015/10/22/pakar-kebakaran-hutan-dan-lahan-percepat-perubahan-iklim

Auriga Nusantara

Share This :

0 komentar