Badai ke-20 dan 21 itu datang berdekatan, hanya berselang 4 hari. Satunya berstatustyphoon, dan satunya lagisuper typhoon.
"Kami mengira topan Kalmaegi adalah angin yang berbahaya, ternyata air yang lebih berbahaya dan menghancurkan," lirih Gubernur Cebu.
Perkenalkan, ini Filipina, negara tetangga dengan indeks tertinggi negara rentan bencana alam di dunia yang ditulis oleh World Risk Report 2024.
Akhir Tahun yang Mencekam
Bagaimana cuaca akhir-akhir ini di tempat kalian? Di tempatku, Kalimantan Tengah, sedang hujan dan berangin hampir setiap hari. Sekali panas, panasnya tidak karuan. Apakah ini cobaan sebagai negara tropis? Kalau kalian sudah mengeluh dengan situasi ini, coba lihat dulu tetangga kita.
Typhoon Kalmaegi atau Topan Kalmaegi baru saja menghantam Filipina tengah. Topan ini awalnya muncul sebagai bibit siklon 98W, namun kemudian membesar menjadi siklon tropis. Berita terakhir merilis korban tewas sebanyak 220 orang.
Seakan tidak boleh bersedih karena kehilangan akibat topan Kalmaegi, Filipina harus bersiaga untuk kedatangan Super Typhoon Fung Wong yang berkembang dari bibit siklon 23W.
Saking besarnya, super Typhoon Fung Wong terlihat seperti"melahap" keseluruhan Filipina (sumber: tangkapan layar pribadi, 9/11/25)
Ya, Filipina, negara yang berada di utara Sulawesi lagi-lagi diporak-porandakan topan. Dalam kurun waktu satu bulan ini saja sudah ada 3 badai besar yang menerjang; Fengshen (19/10), Kalmaegi (5/11), Fung Wo (9/11).
Tidak hanya Filipina, negara tetangga yang menjadi langganan badai tropis adalah Vietnam. Biasanya, siklon tropis yang muncul dari Pasifik akan melalui rute Filipina - Hongkong atau Filipina - Vietnam. Dalam setahun rata-rata Filipina sendiri kedatangan 20x badai.
Apakah Indonesia tidak dilewati siklon tropis, secara Indonesia adalah negara tropis?
Siklon tropis memang terjadi di lautan luas di sekitaran khatulistiwa, namun uniknya mereka tidak bisa melewati daerah sepanjang garis khatulistiwa.
Koq bisa?
Ketika bumi berotasi (berputar pada porosnya) ada gaya yang muncul sebagai konsekuensi perputaran itu. Para ahli menyebutnya sebagai efek Coriolis. Efek Coriolis di khatulistiwa hampir tidak ada, sehingga dikatakan badai tidak punya energi untuk berputar di sini.
Sebagai orang yang tinggal di Indonesia, pernyataan para ahli jujur saja membuatku sedikit lega. Melihat angin kuat menggoyangkan pohon di depan rumah dan membuka selembar atap rumah saja sudah membuat cemas. Apalagi jika menghadapi ganasnya angin topan disertai hujan bandang. Jika melihat foto kerusakan yang terjadi bahkan sudah semirip dengan kerusakan yang ditimbulkan tsunami; atap rumah semua terlepas, isi dalamnya sudah tidak berbentuk-bercampur dengan lumpur, dan belasan mobil terdampar tumpang tindih.
Tapi yakin nih Indonesia benar-benar aman? Tunggu dulu.
Siklon Tropis dan Lingkaran (Setan) Perubahan Iklim
Setiap siklon tropis selalu muncul dari bibit siklon. Namun sebenarnya, bibit siklon tropis tidak selalu membesar menjadi siklon tropis. Adakalanya dia mengecil kemudian menghilang. Namun di beberapa kondisi, bibit siklon akan berpotensi menjadi besar dan ganas saat dia mendapatkan makanan. Seperti bibit siklon 23W yang berkembang menjadi super typhoon Fung Wong, bibit siklon 98W yang membesar menjadi typhoon Kalmaegi, dan bibit siklon 96W menjadi typhoon Fengshen.
Lalu apa yang menjadikan bibit itu berkembang menjadi besar? Jawabannya adalah suhu hangat dan lembab, makanan itulah yang membuat mereka tumbuh semakin besar hingga diameter 300 km hingga 2000 km dan punya efek menghancurkan yang dahsyat. Siklon tropis akan berkurang kekuatannya saat bertemu daratan (karena kehilangan kelembaban) atau bergerak ke perairan yang lebih dingin atau mendekati garis ekuator.
Namun, kita hidup di era pemanasan global yang semakin sulit ditekan, membuat air laut semakin tahun semakin hangat. Ketika suhu permukaan laut mencapai 26.5°C saat itulah detik-detik bibit siklon terbentuk. Umur siklon biasanya sekitar 7-18 hari, tergantung seberapa besar energi panas yang didapatnya. Namun Komite Ahli Iklim Dunia (WMO) mencatatkan topan Freddy sebagai pemecah rekor badai terlama, selama 36 hari, pada Maret 2023.
Bibit siklon hanya dan selalu terjadi di lautan luas / samudera. Laut yang hangat hingga lebih dari 26.5°C adalah awal mula kemunculan siklon tropis.
Pemanasan global yang terjadi sejak revolusi Industri di Eropa membuat suhu bumi naik secara perlahan. Keluaran karbon ke atmosfer melonjak paska ditemukan energi fosil; batubara dan minyak bumi. Karbon-karbon yang seharusnya tetap terpendam di tanah, di era industri menjadi gas rumah kaca yang terperangkap di atmosfer, membuat panas matahari tidak bisa terpantul ke luar angkasa. Akibatnya suhu bumi naik dan sekarang kita kenal dengan pemanasan global.
Begitu suhu bumi naik, suhu laut menjadi lebih hangat, maka akan semakin banyak penguapan air dan membentuk awan badai, lalu berkembang menjadi siklon tropis.
Saat sampai ke daratan, siklon tropis akan merusak segala sesuatu yang dilewati. Membawa angin kencang dan jutaan ton air yang seperti ditumpahkan dari langit, meluluhlantakkan hutan bakau di pesisir, menumbangkan pepohonan di daratan, melongsorkan tebing di gunung-gunung.
Apa akibatnya? Merusak ekosistem penyangga iklim dunia. Kerusakan ekosistem ini lalu berdampak pada degradasi kemampuan bumi menyerap karbon, yang berujung pada meningkatnya pemanasan global. Kemudian pemanasan global menjadi pemicu terjadinya siklon tropis yang semakin intens.
Ya, seperti berputar. Begitulah lingkaran setan. Semakin berulang, semakin memburuk.
Badai-Badai di Indonesia (?)
Tapi, benarkah Indonesia bebas dari badai tropis? Bagaimana dengan badai Dahlia, Seroja, Cempaka? Bukankah itu nama-nama Indonesia banget? Bukannya tadi kata ahli, badai tropis tidak bisa melewati garis khatulistiwa?
Secara teori, efek Coriolis lemah yang dimiliki Indonesia karena berada di lintang 0, membuat Indonesia tidak dilewati siklon tropis. Jika dituliskan secara rumus, efek Coriolis (Coriolis Force) mempunyai persamaan berikut;
Garis khatulistiwa berada di lintang 0°, sehingga sin 0° = 0, yang menjadikan nilai Fc = 0 . Dengan kata lain efek Coriolis di garis ekuator, tempat Indonesia berada, nyaris tidak memiliki gaya pemutar badai bernama Coriolis.
Efek Coriolis ini sendiri adalah efek dari perputaran bumi pada porosnya. Dimana, terjadi pembelokan arus udara, yang mana untuk belahan bumi utara dibelokkan searah jarum jam, sedang belahan bumi selatan dibelokkan berlawanan arah jarum jam.
Efek Coriolis / Efek Rotasi Bumi (sumber gambar: https://oceanservice.noaa.gov)
Dari sini kita jadi paham apa yang dikatakan ilmuwan soal Indonesia tidak dilewati siklon tropis. Efek Coriolis membuat siklon tropis yang bergerak mendekati Indonesia akan terpental menjauh atau justru berkurang kecepatannya dan akhirnya menghilang.
Namun, belakangan ini kemunculan bibit siklon semakin mendekati wilayah Indonesia. Ya, apalagi kalau bukan karena pemanasan global sebagai biang keroknya. Terutama di daerah 10° lintang selatan, seperti NTT dan selatan Jawa. Beberapa siklon tropis yang sudah tercatat oleh BMKG, yaitu;
1. Siklon tropis Cempaka (2017) di daerah pesisir selatan Jawa.
2. Siklon tropis Dahlia (2017) di selatan Sumatera dan barat Jawa.
3. Siklon tropis Seroja (2021) di NTT
Dan khusus untuk siklon tropis Seroja di Nusa Tenggara Timur disebut-sebut sebagai badai terganas yang pernah muncul di wilayah Indonesia. Setidaknya ada 272 orang tewas karena amukan Seroja.
Beberapa faktor yang menjadikan Seroja menjadi siklon tropis terkuat yang masuk sejarah Indonesia, di antaranya;
1. Masuk ke daratan
Umumnya, siklon yang terbentuk sekitar Indonesia hanya terjadi di lautan dan ekornya mendekati wilayah Indonesia, seperti siklon Cempaka dan Dahlia. Namun, Seroja adalah sebuah anomali, karena bukan ekor badai yang lewat melainkan mata badainya alias pusat siklonnya sampai ke daratan.
2. Suhu laut mencapai 30°C
Suhu Laut Sawu, NTT yang jauh di atas normal menjadikan badai tercipta dengan cepat dengan intensitas kuat.
3. Terjadi dekat dengan daratan
Seroja muncul sebagai bibit siklon pertama kali di Laut Sawu, NTT. Para ahli mengatakan,"dapur badai" yang biasanya terjadi di lautan luas dan jauh daratan kini menjadi lebih dekat karena perubahan iklim. Membuat siklon tropis Seroja terbentuk sangat dekat dengan daratan dan punya efek kerusakan yang dahsyat.
4. Infrastuktur yang tidak siap
NTT tidak pernah mengalami siklon tropis yang mendarat langsung, sehingga banyak bangunan yang tidak disiapkan untuk menghadapi angin kencang dan dampak bencana siklon tropis.
Siklon Seroja ini anomali karena terbentuk di perairan sangat dekat NTT, sekitar 8 derajat Lintang Selatan. Umumnya Indonesia hanya terimbas ekor siklon saja. (Edvin Aldrian, ahli iklim dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi)
Sumber: BMKG
Kerusakan akibat siklon tropis
Siklon tropis tidak hanya soal putaran angin kencang yang merusak, tapi juga sering kali membawa hujan deras dan petir. Efeknya banjir bandang, tanah longsor, gelombang air laut hingga 6 meter, bangunan dan pohon porak-poranda.
Indonesia yang berada di garis ekuator seharusnya punya perisai alam untuk skilon tropis. Efek Coriolis yang lemah adalah kuncinya. Namun nyatanya, pemanasan global merusak pakem itu. Bahkan ahli iklim pernah bilang bahwa tidak menutup kemungkinan Indonesia akan kedatangan Seroja-Seroja lainnya.
Maka, benarlah kata pegiat isu lingkungan soal krisis iklim, no one can safe.
Mulailah Sadar, Mulailah Bergerak
Gimana? Sudah sadar atau belum? Atau malah kebablasan jadi overthinking? Selamat, Anda masuk ke barisan climate-anxiety bersama ku di sini.
Pemanasan global, perubahan iklim, dan krisis iklim itu bukan isapan jempol. Bukan rekayasa, bukan ulah HAARP. Ini adalah imbas dari perlakuan penghuni bumi itu sendiri dari ratusan tahun lalu yang membuang karbon ke atmosfer secara berlebihan. Tahun 90-an, memang masih belum terlalu terasa, tapi semenjak 2010-an perubahan iklim semakin nyata di depan mata.
Aku sendiri menyadari hal itu sejak 2015, tertampar realita sebagai perantau yang tinggal di Kalimantan Tengah. Hutan di sini semakin tahun semakin drastis berkurang. Puncaknya aku alami saat bencana asap sangat parah yang melanda Palangkaraya selama 3 bulan. Kemarau panjang nan kering akibat El Nino kuat tahun 2015 membuat kebakaran hutan semakin memburuk karena kekeringan parah. Dan kemarau ini ditutup dengan angin kencang yang membawa hujan deras dan petir sebagai penanda dimulainya musim hujan awal November 2015.
Mungkin begitulah kerja alam semesta untuk menyeimbangkan dirinya. Kemarau ekstrem akan dibayar dengan hujan ekstrem pula.
Tapi hal itulah yang kemudian membuatku sempat terkena climate anxiety. Hidup rasanya tidak ada gairah lagi, menatap masa depan seperti suram. Apakah film Interstellar akan menjadi kenyataan? Di kepala hanya soal kehancuran dan kesengsaraan. Ya, begitulah anxiety. Perubahan iklim sangat bisa berdampak hingga ranah psikologi manusia.
Apa hal yang aku lakukan untuk meredam anxiety itu?
Dikatakan bahwa untuk meredakan kecemasan kita harus take action. Jadi, aku ingin melakukan sesuatu hal untuk mengalihkan kecemasan itu. Melakukannya dari yang paling mudah. Dimulai dari kegiatan IRT, aku mulai mengamati bagaimana orang-orang mengolah sampah dapur mereka. Sampai akhirnya aku mengenal eco enzyme- fermentasi kulit buah, sebagai pengganti pembersih kimia keras dengan 1001 lagi manfaatnya (bahkan bonusnya, kuku-kukuku yang rusak bertahun-tahun sekarang jauh lebih sehat). Aku juga membuat kompos untuk menyuburkan kebun kecilku di depan rumah. Aku percaya kompos tidak hanya sebagai pupuk, tapi juga membantu siklus nutrisi berkelanjutan, memperkaya mikroba tanah, dan yang paling penting: mengembalikan karbon kembali ke tanah.
Karbon tempatnya di tanah. Jika kembali ke tanah dia akan bermanfaat. Namun, jika melayang terbang ke atmosfer dia akan merusak.
Kompos dan eco enzyme memberiku bahan bakar untuk terus bergerak menetralisir isu perubahan lingkungan. Krisis iklim yang terjadi saat ini mengalami perlajuan yang signifikan. Suhu bumi yang terjadi selalu berada di atas prediksi ilmuwan. Organisasi Iklim Dunia (WMO) bahkan mengatakan bahwa perubahan iklim bergerak berkali-kali lebih cepat daripada respon manusia itu sendiri.
Satukan Gerak, Teruslah Berdampak
Kenapa harus menyatukan gerak? Karena perubahan iklim terjadi karena ulah manusia-manusia yang membuat emisi karbon meroket. Maka untuk menghambatnya juga diperlukan banyak manusia yang punya pemikiran yang sama.
Kalau dirunut ke asal muasalnya, masalah gas rumah kaca yang menjadi penyebab pemanasan global berasal darimana?
Berdasarkan informasi Climate Emergency Insitute ada 5 sektor utama; industri (29%), electricity (29%), agriculture, land use and waste (20%), transport (15%), buldings (7%).
Dengan melihat persentase di atas, aku lumayan dibuat ternganga sebagai ibu yang hanya berkutat di ranah domestik. Ternyata sampah dapur menjadi donatur pemanasan global. Bahkan nilainya di atas emisi tambang batu bara (4% vs 2%).
Sampah organik yang dipikir sedikit ternyata mempengaruhi iklim dunia. Hiks....
Lalu, bagaimana di Indonesia?
Ternyata sampah sisa makanan menjadi yang terbanyak, Buibu! Ternyata (lagi), sebaskom sisa bahan makanan kita setiap hari kalau dikumpulkan di satu landfill efeknya ke satu bumi!
Mulai Dari Sekitar Kita
"Eh, Fika. Makannya nambah lagi aja, jangan sedikit gitu. Kita marathon ini jadwalnya. Lagian ini kateringannya kalo gak habis bakal dibuang sama yang punya. Mending dihabisin aja sama kita." Seorang teman umroh mengingatkan. Membayangkan makanan katering umroh di hadapan kami ini akan menumpuk di tempat sampah membuatku gelisah.
Akupun jadi teringat pengusaha katering di Surabaya yang juga resah melihat fenomena ini. Yap, benar adanya bahwa makanan sisa dari katering yang tidak habis selalu berujung pada tempat sampah. Bagi pemilik bisnis tidak ada cara lain yang tercepat dan tergampang selain membuangnya. Namun, berbeda dengan catering owner satu ini. Bukan soal "Toh, kan udah dibayar dan dapat untung jadi dibuang pun tidak rugi", tapi soal dampak besar yang ditimbulkan.
Sampah Makanan, Sumber Gas Rumah Kaca
Keresahan itu sebenarnya datang dari istri si pemilik katering tersebut, Mba Indah Audivtia. Untungnya, Mas Dedhy Trunoyudho yang juga pemilik katering menyambut kegelisahan itu dengan mengajak temannya Eva Bachtiar untuk membuat proyek penanganan makanan sisa katering yang dikelola Mas Dedhy.
Lalu bagaimana bisa dari sampah makanan menjadi sumber gas rumah kaca? Selama ini kita selalu berpikir bahwa tambang dan sampah plastik adalah yang terburuk. Ah, ternyata sampah makanan yang notabene organik juga sama buruknya bagi pemanasan global.
Koq bisaaa? Kan sampah organik harusnya kan bisa terurai?
Oh tidak semudah itu, Ferguso, Teman-teman....
Sampah organik yang berakhir di landfill akan tercampur dengan sampah plastik dan non-organik lainnya justru sulit terurai. Jika sampah organik tidak bisa terurai, dia akan mengalami pembusukan yang mengeluarkan gas methana (CH4). Dan berdasarkan data, CH4 menjadi gas kedua terbanyak penyumbang pemanasan global, setelah CO2.
Masih ingat dengan kasus kebakaran TPA Leuwigajah, Jawa Barat pada 2005 yang menelan korban jiwa 157 orang karena tertimpa longsoran sampah yang tingginya setingkat 20 lantai? Itu adalah kasus terbesar yang memakan banyak korban, hingga diperingati tiap tahun sebagai Hari Sampah Nasional. Namun begitu, sudah ada 35 kejadian kebakaran TPA yang tercatat hingga hari ini.
Koq bisa terbakar? Ada yang sengaja membakar?
Kebakaran yang diawali oleh ledakan itu tidak lain dipicu oleh gas methana yang dihasilkan dari sampah-sampah organik yang membusuk tanpa bisa terurai dengan baik. Gas methana itu ringan, tidak berbau, dan mudah sekali terbakar. Metana juga punya daya rusak ke ozon 4x lebih parah dibandingkan karbondioksida.
Sampah makanan dan sampah organik lainnya memang semeresahkan itu. Dan lebih meresahkan lagi ketika tahu bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia sebagai negara dengan pembuang sampah makanan terbanyak secara global berdasarkan data dari Economist Intelegence Unit.
Tapi tahu apa yang lebih miris?
Adalah fakta bahwa Indonesia berada di peringkat 70 dari 123 sebagai negara dengan penduduk kelaparan. Dengan rincian; 6.3% penduduk mengalami malnutrisi (18 juta jiwa), 22.3% anak-anak stunting (63 juta jiwa).
Kesimpulannya: masih banyak orang kelaparan di negara pembuang sampah makanan kedua di dunia ini.
Food Bank Menyelamatkan Ketimpangan
Kembali ke proyek berkelanjutan yang diinisiasi oleh salah satu pemilik katering pernikahan di Surabaya. Mas Dedhy bersama istrinya Mba Devi kemudian menamakan proyek food bank ini: Garda Pangan.
Proyek ini akan menyortir makanan yang tersisa yang layak makan dan masih terjaga kualitasnya untuk kemudian dikemas ulang. Lalu akan didistribusikan ke; panti asuhan, masyarakat pra-sejahtera, panti jompo, shelter anak jalanan, rumah singgah pasien, difabel, dan liponsos (lingkungan pondok sosial). Jangan khawatir, Gardan Pangan juga punya SOP ketat dalam pengemasan makanan agar tetap higienis dan diterima secara bermartabat.
Dari 2017 hingga 2025, organisasi ini sudah berjalan dengan baik, dengan bekerjasama dengan berbagai pihak, seperti; perhotelan, katering, kafe, toko roti, bahkan menerima juga dari petani yang kesulitan menangani hasil panen yang berlimpah.
Berkelanjutan Ala Garda Pangan
Walaupun konsepnya adalah penyaluran makanan sisa. Tapi ada food safety yang diterapkan oleh Garda Pangan, seperti; pengecekan aroma, visual,dan random tasting.
Makanan dari donatur akan dicek dan dikemas ulang sebelum disalurkan
Gerakan yang sudah terdaftar sejak Maret 2018 dengan nama Yayasan Garda Pangan ini, punya program-program yang jelas dan sangat solutif mengurangi food waste. Aku ingin menuliskannya secara terperinci untuk mengungkapkan how its a amazing project.
Karena apa?
Yap betul. Makanan punya jejak karbon yang besar, mulai dari proses penanaman hingga jadi makanan yang siap tersaji di piring kita. Semua prosesnya mengeluarkan jejak karbon. Iya, karbon yang jadi gas rumah kaca. Dan jika makanan itu kemudian terbuang sia-sia di landfill, maka bertambah lagi potensi jejak karbonnya. Jadi, stop buang makanan dan mari kita lihat program apa saja yang sudah dilakukan Garda Pangan.
1. Food Rescue
Selain katering, aku juga pernah mendengar bahwa toko makanan frenchise besar juga menerapkan SOP bahwa makanan yang tidak terjual habis di hari itu wajib dibuang. Inilah yang mungkin membuat makanan yang dijual menjadi lebih mahal berkali lipat daripada jika membuat sendiri, ada additional cost "produk terbuang" biar toko tidak rugi-rugi amat. Makanan yang dibuang pihak restoran, kafe, katering di sini tentu saja bukan karena basi atau terkontaminasi. Melainkan karena sekedar menjalankan SOP. Sesimple itu. Tapi dampaknya tidak sederhana.
Jadi, di sini peran Garda Pangan: menyelamatkan dan mengumpulkan makanan tersebut secara legal dan disalurkan secara baik kepada para penerima --> mengurangi jejak karbon.
Gratis lho...
2. Gleaning on a farm
Dalam dunia pertanian ada yang namanya ugly product, yaitu produk hasil panen yang bentuknya tidak sempurna dan kurang cantik untuk dijual. Barang sortiran namun masih layak makan dan tidak busuk. Biasanya ditinggalkan petani di lahannya begitu saja.
Selain itu, gleaning juga membantu petani yang mengalami harga anjlok saat panen melimpah ruah. Sering 'kan kita dengar soal petani yang membuang panen rayanya karena harganya yang tidak sesuai dengan modal yang dikeluarkan. Tomat diceburkan ke sungai, jeruk yang ditinggalkan di kebuh begitu saja, sawi yang dibiarkan membusuk di keranjang karena petani menolak menjualnya dengan harga tengkulak.
Di sinilah peran food bank sangat dibutuhkan. Para relawan biasanya akan menyelamatkan hasil panen sehingga tidak ada yang terbuang sia-sia --> mengurangi jejak karbon.
3. Food Drive
Dengan kayanya negeri ini dengan agama dan budaya, membuat Indonesia sering kali mengalami food waste saat hari raya atau festival budaya. Oleh karena itu Garda Pangan melakukan penjemputan stok makanan berlebih yang didonasikan oleh personal maupun panitia acara --> mengurangi jejak karbon.
4. Wedding and Event
Wah yang ini jelas. Justru penggerak Garda Pangan adalah pemilik katering yang sudah hapal betul bahwa acara pernikahan dan selebrasi seringkali menyisakan makanan. Biasanya jika ada sisa makanan, pihak katering cukup membuangnya dan masalah selesai, tidak mau direpotkan dengan sisa katering karena harus fokus melayani klien berikutnya. Maka, peran Garda Pangan adalah menyelamatkan makanan yang masih layak makan tersebut. Berbekal pelatihan yang dilakukan kepada para relawan, makanan tersebut disalurkan dengan SOP yang ketat, sehingga penerima tidak merasa dapat makanan sisa --> mengurangi jejak karbon.
5. Campaign
Tidak hanya soal distribusi makanan sisa yang masih layak, Garda Pangan juga melakukan edukasi bahaya food waste kepada masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Biasanya mereka akan melakukannya di acara publik, seperti car free day.
6. Kids Education
Akar suatu bangsa adalah generasi muda. Maka untuk membangun kebiasaan baik perlu ditanamkan sejak kecil. Garda Pangan juga turut mengedukasi hingga tunas bangsa lewat gamifikasi atau permainan, agar lebih mudah dicerna anak-anak.
Garda Pangan, Bukti Menyatukan Gerak Bisa Berdampak
Telah delapan tahun bergerak dan bermanfaat, kini sudah ada 29.000 penduduk Surabaya dan Malang yang tersebar di 20 titik merasakan dampaknya. Yayasan Garda Pangan sekarang diketuai oleh Kevin Gani yang diberi amanah oleh ketiga pendirinya.
Pemuda kelahiran 1999 itu awalnya bergabung menjadi relawan Garda Pangan di tahun 2017 saat masih menjadi mahasiswa. Pengalaman paling berkesannya saat mendistribusikan makanan adalah saat dia bertemu dengan nenek tua yang hidup sebatang kara. Nenek itu bisa bertahan hidup dengan bantuan yang diberikan tetangganya yang juga kekurangan makan. Yang membuat tambah miris ternyata nenek memberikan gayung kepada Kevin untuk menadah makanan yang diberikan. Iya, nenek tidak punya piring. Kejadian itu membuat Kevin bertekad untuk terus bersama dengan Garda Pangan.
Sampai sekarang, tercatat sudah ada 665.000 porsi makan yang berpotensi terbuang akhirnya diberdayakan. Ada 150 ton bahan makanan yang terselamatkan dan diolah. Dan ada 410 ton makanan yang tidak lolos quality control jadi makanan ternak. Bahkan sekarang ada budidaya maggot oleh Garda Pangan.
Sehingga, dari capaian itu, setidaknya ada 1,05 juta kg emisi karbon yang batal terbang ke atmosfer menjadi gas rumah kaca.
Dampak yang masif dan berkelanjutan ini kemudian menghantarkan Kevin Gani, sang ketua Yayasan Garda Pangan menjadi penerima SATU Indonesia Award 2024 yang diselenggarakan Astra setiap tahun. Menurut saya, gerakan ini sangat pantas diapresiasi dan digemakan ke seluruh negeri di tengah kondisi dunia yang mengalami percepatan pemanasan global. Bayangkan, untuk ukuran satu kota saja, Surabaya, ada satu juta kilogram emisi karbon yang sudah diselamatkan! Bagaimana jika semua kota provinsi bergerak bersama? Fakta ini kemudian membuatku lebih optimis menatap dunia di masa depan. Bisa yuk!
****
Panjang kisah ku kali ini, Kawan. Semoga bisa diresapi intinya bahwa: sampah makanan di Indonesia menjadi yang terbanyak kedua di dunia, menyumbang emisi karbon penyebab pemanasan global. Namun di sisi lain ada 18 juta penduduk Indonesia kelaparan dan 63 juta anak stunting. Kita perlu ada gerakan yang menjembatani ketimpangan itu, sebuah food bank. Aku berharap akan ada banyak Garda Pangan baru bermunculan. Karena jika kita menyatukan gerak, maka dampaknya akan lebih kuat.
0 komentar