BLANTERWISDOM101

Manfaat Internet Bantu Kreatif Olah Sampah dari Rumah

Minggu, 17 Juli 2022

 anfaat Internet Bantu Kreatif Olah Sampah dari Rumah – Bismillah…

Buanglah sampah pada tempatnya.

Siapa tak kenal slogan itu? Slogan kebersihan yang paling terkenal, bahkan anak TK juga sudah hapal.

Tapi slogan itu kemudian hari menjadi seperti boomerang.

Apakah salah? Tentu tidak salah 100%, apalagi jika dibandingkan dengan perbuatan tidak menyenangkan: membuang sampah di sungai. Aduh, itu benar-benar perbuatan sudah jelas disguisting lagi egois. Orang-orang itu berpikir seenaknya “asal rumahku bersih terserah yang lain”, mereka tidak memikirkan efek dari sampah yang mereka buang sembarangan. 

Lalu dengan enteng mereka pun berdalih bahwa penyebabnya adalah karena tidak ada tempat untuk membuang sampah. Jadilah sungai menjelma menjadi tempat sampah di mata mereka.  

Nah lho….

Mindset tempat sampah pun ternyata tergantung dengan kepala individu masing-masing. Jadi tidak heran jika banyak yang bilang slogan “Buanglah sampah pada tempatnya” sebenarnya sudah tidak lagi relevan dengan kondisi sekarang. Karena meskipun -seandainya- semua penduduk Indonesia patuh membuang sampah di tempat sampah, hal itu pun ternyata membawa masalah baru.

 

Loh? Koq bisa buang sampah udah bener tapi masih bikin masalah? Aku tidak habis thinking….

Daftar Isi [show]

Sampah Si Biang Masalah

Ok, coba kita runut: 
Orang buang sampah di bak sampah -> diangkut petugas kebersihan -> dibuang ke TPS (Tempat Pembuangan Sampah) ->  diangkut dengan truk menuju TPA (Tempat Pembuangan sampah Akhir). 

manfaat internet olah sampah

Jika kita pikir masalah akan selesai dengan membuang sampah di bak sampah, mungkin kaki kita belum sampai berjalan ke pusat pembuangan akhir sampah alias TPA. Di sana, sampah-sampah tidak lagi seperti yang kita lihat di TPS atau bak sampah yang secuil, melainkan sudah menjadi gunung sampah yang tingginya bisa 2 3x lipat  melebihi pepohonan. Bahkan eksavator dan bulldozer yang bertugas merapikan dan memampatkan area landfill terlihat seperti mobil mainan anak-anak di atas lautan sampah itu. 

Masalah baru kemudian muncul ketika sampah di banyak TPA menjadi overload. Sebut saja; sumber bau dan penyakit, pencemaran lingkungan, dan penghasil gas rumah kaca seperti metana, karbondioksida dan nitrogen dioksida.

Masalah ini tidak main-main, poin pertama ini saja sudah sangat mengganggu terlebih untuk masyarakat sekitaran TPA. Hewan-hewan vektor penyakit seperti nyamuk dan lalat pasti tidak terbilang lagi jumlahnya. Sampah yang seperti gunung itu juga mencemari tanah dan air, sumber kehidupan yang sungguh sangat vital.  

Masalah selanjutnya, sampah yang tidak terurai dengan baik itu menghasilkan emisi metana yang rawan ledakan. Salah satu TPA di Indonesia pernah mengalami ledakan sekaligus longsor yang menewaskan 157 orang. Konon kabarnya insiden di TPA Leuwigajah itu menjadi ledakan terbesar kedua di dunia yang terjadi di TPA. 

Sampai saat ini peristiwa tersebut tercatat dalam sejarah Indonesia dan dikenang sebagai Hari Peduli Sampah Nasional setiap tanggal 21 Februari. 

Ngomong-ngomong, kalian tahu berapa jumlah sampah yang mengalir dalam setahun ke seluruh TPA di Indonesia?

67.8
Juta Ton / Tahun

Menteri LHK, Prof. Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar menaksir setidaknya ada 67.8 juta ton timbunan sampah yang masuk di TPA seluruh penjuru Indonesia pada 2020 dan akan terus bertambah seiring dengan pertambahan penduduk (Sumber: http://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/2329).

Wow….67.8 juta ton itu isinya apa aja??

Jika kita kulik lagi datanya maka akan kita temukan bahwa ternyata dua komposisi teratas sampah di TPA adalah sisa makanan dan kayu/ranting, yang mana keduanya terkategori sampah organik, sampah yang kita sepelekan karena…….”Kan bisa hancur juga, toh?

Oooh, tidak semudah itu, bestie…..

data sampah 2021

Sampah organik memang bisa hancur, membusuk. Namun dengan kondisi sampah yang tertimbun puluhan meter dan berlapis-lapis dan tercampur pula dengan sampah anorganik membuat pembusukan tidak berjalan dengan baik. Alih-alih terurai, sampah organik di sana malah memproduksi gas metana, karbondioksida dan nitrogen dioksida.

Gas metana adalah gas yang ringan dan mudah meledak. Berasal dari reaksi pembusukan anaerob sampah organik, gas ini terbang ke atmosfer membentuk lapisan gas rumah kaca, si biang kerok pemanasan global. Sudah banyak sumber menyebutkan metana lebih berbahaya 21x lipat daripada karbondioksida. FYI, selain itu, metana juga dihasilkan dari lahan gambut yang terbakar -hingga membuat kabut asap yang sangat pekat dan indeks polusi udara melonjak sangat tinggi.

Mahalnya Penanganan Sampah

Jika merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Tahun 2021 tentang Dukungan APBN untuk pengelolaan sampah daerah (²) yaitu sebesar Rp 500.000/ton, maka jika kita mau main hitung-hitungan, untuk pengolahan 67,8 juta ton sampah maka perlu Rp 33.900.000.000.000 digelontorkan “hanya” untuk penanganan sampah .

Itu bacanya gimana, sih? Milyaran? Trilyunan?

Yaa…. walaupun realisasinya tidak sebanyak itu, tapi tetap saja nominalnya besar. Di website PU menyebutkan bahwa PU menganggarkan dana sebesar Rp 650 Milyar untuk penanganan sampah, di mana untuk membangun 1 hektar TPA dialokasikan dana sebesar Rp 6 Milyar. (https://sda.pu.go.id/balai/bwssumatera1/article/pu-alokasikan-rp650-miliar-untuk-penanganan-sampah)

Waw….

No wonder ketika Bank Dunia bilang bahwa cost setiap negara untuk mengolah sampahnya masing-masing bisa menyedot angka 20 – 50% APBN.

Sebuah angka yang nampak berlebihan “hanya” untuk sampah.

Di satu sisi masalah sampah memang harus ditangani dengan serius. Karena gimanapun kita tidak bisa membiarkan sampah menguasai tanah (dengan TPA yang diperluas terus-terusan).

Namun di sini lain kita masih punya banyak sekali sektor vital yang harus diperhatikan dan perlu sokongan dana dari negara, seperti; pendidikan, transportasi, pertanian, kesehatan, dll. 

Ckckck……Sampah, kamu simalakama!

TPA Bantargebang

Ubah Sampah-Bukan-Lagi-Masalah dari Rumah​

Pernah tidak ber-“If clause”, andai 273 juta manusia di negeri ini bertanggung jawab dengan sampahnya masing-masing? Atau berandai-andai tinggal di Jerman atau Korea Selatan yang punya kesadaran tinggi memilah sampah yang dihasilkan tiap rumah?

Atau…… andai proyek PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) -yang cuma masih satu di Indonesia- bisa dikembangkan lebih banyak dan lebih baik. Pasti target 2025 Indonesia Bebas Sampah lebih dari sekedar blue print.

Tentu saja saya dan kita semua berharap jika PLTS itu menjadi solusi terbaik, semoga segera bisa terealisasi secepatnya. Tapi menunggu hal tersebut menjadi nyata butuh waktu. Kita tidak bisa hanya duduk berpangku tangan sedangkan timbunan sampah semakin banyak. Akan lebih bijak jika kita memulai lebih dulu saja dulu, menyusul para pejuang zero waste yang sudah jauh di depan melangkahkan kakinya. 

Dari awal saya sadar tidak bisa seperti teman-teman yang terjun langsung di lapangan menyortir dan mengolah  sampah di garda terdepan karena keterbatasan gerak. Tapi saya berusaha sebisa mungkin dalam kapasitas sebagai IRT mengolah sendiri sampah dapur di rumah kami.

one little action

Eco Enzyme

Kalian sudah membaca data di atas, bukan? Sisa makanan menjadi sampah terbanyak yang dikirimkan ke TPS dengan porsi sekitar 30 – 60%. Sejak mengetahui fakta tersebut saya merasa tertampar sambil berkata dalam hati “wuattt, sampah dapurku ternyata penyumbang sampah terbesar?!“. Merasa bersalah sampai ke ubun-ubun saya pun berkeinginan kuat untuk ikut andil menguranginya. 

Salah satunya adalah dengan membuat eco enzyme.

Eco enzyme dibuat dengan memanfaatkan sisa makanan berupa kulit-kulit buah yang kemudian difermentasi dengan bantuan air dan gula merah selama 3 bulan. Kulit-kulit buah yang selama ini saya gusarkan akhirnya bisa saya manfaatkan dengan baik, tidak lagi berakhir di tempat sampah dan menumpuk sia-sia di TPS. 

One of best moment ketika saya pertama kali panen eco enzyme saya dibuat ketagihan. Bagaimana tidak, hasilnya di luar ekspektasi saya, ternyata  tidak ada belatung dan tidak ada bau sampah menyengat khas TPS.

Saya memanen eco enzyme dengan rasa senang yang meletup-letup, karena: 
1. Saya merasa lega karena berhasil memanfaatkan “sampah”,
2. Hasil fermentasi eco enzyme berbau wangi asam menyegarkan,
3. Tanaman saya tumbuh subur dengan pupuk cair eco enzyme,
4. Saya bisa mengurangi pengeluaran karbol untuk menghilangkan bau WC dan mengepel lantai,
5. Saya bisa membersihkan dapur dan peralatannya dengan bahan ramah lingkungan,
dan masih banyak lagi hal yang membuat saya ingin lagi dan lagi membuat eco enzyme.

manfaat internet untuk belajar eco enzyme

Bagaimana caranya? 

Sangat mudah. Kalian hanya perlu mehafalkan rumus eco enzyme saja, yaitu: 1 bagian gula merah + 3 bagian kulit buah + 10 bagian air.

Sedangkan kulit buah yang dipakai hanya dari buah yang sudah matang -karena kaya akan enzyme, jangan buah yang mentah, jangan yang sudah busuk, dan jangan yang berbau menyengat dan bergetah seperti cempedak dan nangka.

Jika ingin membuat eco enzyme yang difokuskan untuk pembersihan, gunakan banyak keluarga citrus seperti; lemon dan jeruk-jerukan. Nanas juga punya enzyme bromelin dan tanin juga senyawa flavonoid, saponin dan alkaloid yang sudah diteliti dan dituliskan di banyak jurnal penelitian sebagai anti bakteri. Eco enzyme berbahan buah citrus punya aroma yang sangat segar.

Jika ingin membuat eco enzyme yang difokuskan untuk pupuk, gunakan banyak kulit pisang karena di dalamnya banyak mengandung enzyme perangsang pertumbuhan.

Namun biasanya eco enzyme memakai campuran kulit buah beraneka macam dan manfaatnya tetap bisa dirasakan di semua hal. Bahkan saya sering mengoleskan eco enzyme -yang sudah dicairkan- ke kulit yang sedang kumat eksimnya. Hasilnya, masya Allah, dalam hitungan menit gatal-gatal hilang dan bonusnya kulit jadi lembut. Ini karena kerja enzyme buah dan bakteri baik hasil fermentasi. Kolaborasi apik antara enzyme dan bakteri baik itu juga lah yang membuat cairan eco enzyme mempunyai banyak manfaat.

Gimana? Masih mau buang-buang kulit buah? Rugi maszeeh…..

cara membuat eco enzyme
Sederhana aja, kan? Hayuk bikin....

Ohya, kemarin baru saja teman blogger saya, Mba Enny Ratnawati -yang juga merupakan Kompasianer- membagikan artikel Kompasiana tentang eco enzyme yang digunakan peternak di daerah Jampang, Sukabumi untuk penanganan wabah PMK pada ternak mereka.

Mengutip artikel yang ditulis tanggal 1 Juli 2022 itu “Berdasarkan data dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui divisi Pertanian dan Ketahanan Pangan per 26 Juni 2022, ada 27.040 ekor sapi yang terjangkit PMK dan rencana jumlah Eco Enzyme   didistribusikan kepada para peternak adalah 1352 liter“. 

Ini berarti eco enzyme sudah dipercaya instansi resmi sebagai salah satu penanganan wabah PMK pada sapi. Bagaimana caranya? Dengan mengoleskan eco enzyme ke bagian yang bernanah, bagian mulut dan kukunya, semprotkan ke badan sapi secara menyeluruh, dan tidak lupa ke kandangnya.

Semakin luas saja manfaat eco enzyme ini. Masya Allah…..

Kompos

Setelah merasakan berkah dari eco enzyme, saya ingin menambah berkah lagi dengan memanfaatkan jenis sampah dapur yang lain. Bahan kompos adalah sampah dapur selain kulit buah. Awalnya saya membuat di ember besar yang tidak terpakai. Sampah sisa sayur, cangkang telur, dan sampah dapur lainnya saya masukkan ke dalam ember tersebut. 

Tapi saya terkaget-kaget karena beberapa waktu kemudian sampah itu menjadi bau, bau sekali, seperti selokan yang kumuh, belatung BSF di mana-mana, seolah-olah seperti saya memindahkan TPS ke rumah, haduuuuh. Untungnya saya sudah punya eco enzyme, jadi bau selokan itu bisa bablas dalam sekali semprot.

Kira-kira di mana salah saya? Kenapa sepertinya tidak semudah membuat eco enzyme yang sekali buat langsung berhasil? Saya sempat down membuat kompos saat itu.

Akhirnya saya memanfaatkan internet di rumah. Yang saya lakukan adalah menonton belasan channel senior-senior perkomposan via YouTube sampai paham konsep mengompos. Dari kosong melompong sampai terbentuk polanya di otak saya. 

Ternyata baru saya tahu bahwa tidak ada istilah kompos gagal. Jika kompos mengeluarkan bau busuk berarti di sana kebanyakan unsur hijau, maka remedinya -> tambahkan karbon / unsur cokelat / sampah kering, maka masalah pun beres. Begitu juga jika kompos kedapatan belatung BSF, itu bukan gagal, justru belatung itulah yang berjasa mempercepat pengomposan. Jika merasa geli tambahkan unsur cokelat atau tanah ke dalamnya. Masalah pun beres, tinggal menunggu waktu untuk panen 1 – 2 bulan ke depan.

Sekarang hampir setahun sudah saya belajar mengompos, banyak perubahan yang saya alami. Saya tidak lagi panik jika kompos saya berbau dan berbelatung karena saya tahu cara membenahinya. Saya yang dari yang dulu selalu merasa tidak pandai menanam -karena apapun yang ditanam mati semua, hiks hiks- sekarang sudah mulai berani mencoba menanam ini dan itu dan alhamdulillah sebagian besar berhasil.

Alhasil setiap saya mendapati tunas-tunas baru muncul, bakal bunga mencuat, daun yang segar merimbun, saya selalu gatal untuk tidak mendokumentasikannya. Masya Allah, berasa sebuah keajaiban jika seorang Fika ini bisa bertanam. Ya, saya menyebutnya keajaiban karena merasa jomplang dengan tangan yang dulu tidak pernah berjodoh dengan tanaman apapun.

Dari tanah, kembalikan lagi ke tanah, jangan dibakar, jangan dibuang, agar siklus kehidupan tetap berjalan

(Prof. Youngsang Cho, ahli pertanian organik dari Korea Selatan)

Saya takjub sendiri memikirkannya. Betapa yang Sang Pencipta ciptakan untuk manusia tidak ada yang sia-sia, bahkan sampah pun bermanfaat. Sampah organik menjadi makanan hewan tanah dan mikroba tanah, menutrisi tanah dan memberikan kita tanaman yang subur.  

Bagaimana? Masih anggap sampah dapur kalian tidak bernilai?

Biopori

Satu lagi manfaat internet yang menginspirasi saya dalam mengolah sampah organik, yaitu lubang biopori.

Lubang biopori yang dimaksud adalah lubang resapan yang dibuat dengan meniru biopori alami yang dibuat oleh hewan-hewan tanah sebagai jalan masuk udara dan makanan. 

Tujuannya untuk memperluas lahan serapan air hujan sekaligus sebagai tempat mengompos. Saya memang baru punya 9 lubang biopori di sekitaran rumah saya, namun saya sudah merasa sangat bersyukur. Lubang itu bergantian saya isi dengan sampah dapur dan daun kering yang jatuh di halaman. Sampah itu menjadi makanan hewan tanah dan beberapa waktu kemudian berubah menjadi kompos untuk pupuk organik.

Dengan 2 wadah besar khusus tempat mengompos plus 9 lubang biopori, saya tidak perlu punya alasan untuk membuang sampah dapur saya ke TPS lagi.

biopori mengolah sampah
manfaat internet bisa buat lubang biopori
Salah satu lubang biopori di halaman rumah
manfaat internet bisa buat lubang biopori
Sampah organik yang dimasukkan beberapa waktu akan menjadi pupuk organik

Bergabung dengan Eco Blogger Squad

Berawal dari niat belajar zero waste setahun lalu, saya pun dipertemukan dengan Eco Blogger Squad dan bergabung di dalamnya pada bulan April tadi. Di sana banyak insight baru soal hutan, gambut, dan perubahan iklim yang saya dapatkan tiap zoom meeting 2 bulan sekali bersama. Wawasan soal perubahan dan krisis iklim yang sangat terasa akhir-akhir ini juga lah yang membuat saya semakin bertekad untuk belajar lebih peduli lagi dengan lingkungan, terutama sampah.

manfaat internet zoom meeting

Ketika online gathering pun saya merasa terbantu sekali dengan manfaatnya internet yang stabil. Karena materi-materi saat zoom meeting punya core yang penting banget buat kami mengkampanyekan soal kepedulian lingkungan dan masa depan bumi di media sosial kami. Jadi menyimak materi dengan nyaman tanpa gangguan jaringan internet adalah sebuah keharusan.

Membuat Channel YouTube

Sejak awal pandemi, pak suami memang memutuskan untuk memasang wifi di rumah karena keperluan sekolah online anak dan meeting urusan pekerjaan suami. Awalnya saya biasa saja, karena toh cuma IRT biasa yang tidak punya kepentingan apa-apa. Tapi kemudian hari ide untuk membuat kanal di YouTube datang tiba-tiba, “aku juga mau berdaya”. Lalu lahirlah channel Lemon Ceri di bulan Oktober 2021, beberapa bulan setelah saya memutuskan belajar eco enzyme di bulan Juni.

Iya, masih bayi, setahun pun belum. Ibaratnya masih merangkak pelan-pelan.

Kembali ke soal sampah, sambil belajar sedikit demi sedikit saya memberanikan diri untuk sharing dengan teman-teman soal eco enzyme, kemudian setelah merasa cukup pengalaman lalu merambah ke kompos dan juga biopori. Bukan karena saya merasa senior (wah, jauh sekali dari level itu), melainkan karena saya sudah merasakan sendiri manfaat yang luar biasa dari mengolah sampah organik. Saya ingin teman-teman yang lain mendapatkan vibe positif itu, vibe yang didapat saat tangan kita mengolah sampah kita sendiri. Gak percaya? Coba deh buktikan….

Sejak pertama kali merasakan manfaat eco enzyme dan kompos akhir tahun tadi sampai sekarang status WhatsApp dan story Instagram saya tidak jauh-jauh dari itu. Tidak sia-sia, beberapa teman akhirnya penasaran ingin membuatnya. Senang sekali tujuan meng-influence sedikit demi sedikit tercapai.

Saya juga mendokumentasikan kegiatan zero waste saya di blog dan YouTube pada kanal Lemon Ceri. Selain bertujuan untuk mengajak saya juga ingin menyemangati diri saya sendiri yang sudah mau berusaha sejauh ini. Manfaat internet yang lagi-lagi sangat saya syukuri. Alhamdulillah, semua atas izin Allah. 

Mungkin jika seandainya pak suami tidak memasang IndiHome di rumah, tidak akan terpikirkan untuk membuat kanal secara serius, karena ternyata untuk upload sebuah video HD perlu jaringan internet yang kuat dan stabil. Akun YouTube saya memang sudah ada sejak 2017, namun isinya hanya video lepas yang diedit seadanya tanpa peduli frame dan teknik editing.

Sekarang beda cerita, karena jaringan sudah disokong optimal oleh Telkom Indonesia, saya merasa tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Walau yah …progres kanal saya seperti siput alias lambat, hihihi, tapi doakan ya agar saya tetap konsisten membuat vlog di sana, syukur-syukur bisa membawa dampak positif bagi penonton. 

manfaat internet IndiHome
IndiHome membantu sekali dalam menyediakan jaringan kuat untuk blogger dan vlogger

Kreatif Berdaya dengan Internetnya Indonesia

Kini 7 bulan sudah saya menjajal dunia per-YouTube-an. Dalam perjalanan singkat ini saya masih harus belajar banyak soal filming. Adanya IndiHome di rumah membuat saya leluasa untuk browsing sana sini, belajar editing secara otodidak dari para senior, dll. Leluasa karena saya tidak khawatir soal kuota lagi, tidak khawatir kalau saya harus menonton video bertema sama berkali-kali agar paham apa yang dijelaskan (Maklum…..agak gaptek, gkgkgk)

Kalian tahu, kegiatan mengolah sampah itu saja sudah membuat saya merasa lebih berdaya sebagai IRT. Seperti ada kebanggaan tersendiri karena sudah bertanggung jawab dengan penuh kesadaran dan berhasil membuat sesuatu yang tidak bernilai (sampah) menjadi bernilai tinggi.

Dan itu ditambah lagi dengan eksistensi kanal YouTube (walaupun masih “bayi”, hehe), membuat saya yang tadinya insecure hanya menjadi seorang IRT jadi merasa lebih berdaya dua kali lipat, karena bisa menunjukkan kegiatan IRT jauh dari ongkang-ongkang kaki.

Dan lebih dari itu, saya berharap lewat kanal tersebut saya bisa melakukan resonansi alam, membuat teman-teman yang satu frekuensi turut bergerak mengolah sampahnya.

Yuk, bisa yuk!

eco enzyme dian
Salah satu teman yang beresonansi, Dian, adik tingkat waktu kuliah sekarang juga ketagihan membuat eco enzyme

Sudah saatnya kita belajar kreatif mengolah sampah agar planet ini tidak tenggelam oleh sampah-sampah kita. sendiri. Jika ini dibiasakan maka lama-lama akan menjadi budaya baru yang sangat positif, budaya memanfaatkan sampah sebagai bentuk tanggung jawab kita masing-masing. Jangan lupa ajarkan pada anak-anak agar kebiasaan baik jadi membudaya.

Saya ingin memanfaatkan seoptimal mungkin kesempatan yang sudah dipunya, seperti jaringan internetnya Indonesia, IndiHome. Semoga generasi muda yang jadi tanggung jawab kami bisa mendapat didikan yang baik sesuai zamannya. Saya punya anak sulung yang suka membuat DIY kerajinan yang dilihatnya dari internet. Alhamdulillah, manfaat kesekian dari internet kami di rumah.

manfaat internet bantu kreatif olah sampah

Manfaat Tanpa Batas, Angkat Kreativitas

Jaringan infrastruktur Telkom di Indonesia yang sudah memiliki serat optik sepanjang 170.885 km, 251.116 BTS dan 14,1 juta optical port telah membantu 8,6 juta pelanggan IndiHome tersambung dengan dunia melalui internet. Kita bisa melihat betapa banyak konten kreator pelosok yang terangkat kehidupannya dengan fasilitas ini. Para pemuda desa tidak lagi sibuk pindah ke kota untuk mencari kehidupan yang layak. Mereka sekarang bisa mengumpulkan uang dengan membuat konten yang di-upload ke medsos. Siapa lagi kalau bukan internetnya Indonesia yang mengangkat kreativitas mereka itu ke permukaan. 

Tahun ini 57 tahun sudah umur Telkom, pastilah ada andil mereka pada angka literasi digital masyarakat negeri ini yang mencapai indeks 3,49 dari 5. Sebuah angka yang menandakan bahwa masyarakat kita sudah cukup matang menuju era society 5.0. Semoga angka itupun berbanding lurus dengan tingkat kreativitas, agar manfaat internet selalu menuju pada kebaikan.

Tahun ini pula TelkomGroup mendapatkan penghargaan 17 emas, 3 perak, 3 perunggu dalam Grand Stevie® Award Asia-Pasific, mengalahkan 900 nominasi dari puluhan perusahaan teknologi dari 29 negara di Asia Pasifik. Luar biasa. 

grand stevie award

Semoga dengan manfaat tanpa batas yang diberikan oleh IndiHome sebagai anak perusahaan Telkom lewat jaringan internet di sepanjang nusantara, bisa mengangkat isu lingkungan naik ke permukaan, membuat banyak orang tersadar dan berbuat lebih untuk bumi yang ditinggalinya. Karena isu lingkungan saat ini belum terlalu populer dibicarakan, sayang sekali, padahal kita sedang berpacu dengan waktu melawan krisis iklim yang semakin nyata.

Terimakasih saya ucapkan kepada IndiHome yang selalu melakukan inovasi hingga kami bisa bergerak dengan kreativitas yang kami miliki, belajar banyak hal terutama soal pengolahan sampah. Semoga setelah ini isu pengolahan sampah menjadi tren dan budaya. Karena kalau bukan kita siapa lagi yang menyelamatkan bumi? (Tidak mungkin rasanya alien). 

Terimakasih sudah membaca sampai habis, semoga tulisan ini bisa bermanfaat.

Referensi:

  1. https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/
  2. https://jdih.kemenkeu.go.id/download/1164cde4-15be-49e6-b262-cea837546390/26~PMK.07~2021Per.pdf
  3. https://www.kompasiana.com/ninasulistiati0378/62beb63dbd0946055e0ff735/wabah-pmk-merebak-eco-enzyme-diburu-para-peternak
  4. https://telkom.co.id/sites/about-telkom/id_ID/news/telkom-kembali-raih-the-grand-stevie-award-for-organization-of-the-year-1707
  5. 5. https://telkom.co.id/sites/about-telkom/id_ID/news/57-tahun-telkom-indonesia,-akselerasi-terwujudnya-mimpi-anak-bangsa-melalui-digitalisasi-1711
  6. Infografis milik pribadi dibuat lewat Canva
Share This :

0 komentar