Indonesia dan (Kebakaran) Hutan, Sebuah Ironi Bumi Khatulistiwa

Indonesia dan (Kebakaran) Hutan, Sebuah Ironi Bumi Khatulistiwa – Bismillah….

Tinggal di Indonesia adalah sebuah kebanggan. Kebanggan karena memiliki 2 musim dan kebanggan memiliki hutan hujan tropis. Memiliki 2 musim juga berarti memiliki sinar matahari berlimpah yang membuat tanaman tumbuh subur tanpa terganggu musim salju yang membuat tanaman berhibernasi. Maka tidak heran negara kita juga dijuluki emerald of equator, si zamrud khatulistiwa, karena konon jika dilihat dari pesawat terbang, hutan hujan tropis kita bagai hamparan hijau yang membentang seluas mata memandang.

Zamrud Khatulistiwa dalam tangkapan citra satelit
(Bukit Rawi dan Sungai Kahayan Kalimantan Tengah)

Fun Fact tentang Hutan Indonesia

Cantik.

Menawan.

Itulah zamrud khatulistiwa kita.

Tidak hanya soal fisiknya, ternyata hutan hujan tropis Indonesia turut menyimpan masa depan bumi. Kita tahu, di dalam akar-akar raksasanya, hutan menyimpan cadangan air yang melimpah: mengikatnya saat hujan dan mengeluarkan saat kemarau. Kita juga tahu, hutan juga menyediakan kita oksigen (O2) sebagai hasil dari fotosintesis sekaligus menangkap karbondioksida (CO2) dalam proses tersebut. Dari sini saja kita pasti setuju berjamaah bahwa hutan sangat penting untuk kehidupan.

Tapi, mungkin yang tidak banyak kita tahu fungsi hutan sebagai mitigasi perubahan iklim.

Hutan adalah salah satu penyimpan cadangan karbon terbesar di bumi (salah satu yang lain adalah lamun -sebagai karbon biru). Hal ini sebagai implikasi dari penyerapan karbondioksida pada fotosintesis pada pepohonan yang kemudian disimpan dalam bentuk karbohidrat pada kantong karbon di akar, batang, dan daun.

Hutan Hujan Tropis Ketiga Terbesar Dunia

Tahukah kalian, kita menduduki posisi ketiga pemilik hutan hujan tropis ketiga setelah Brazil dengan Hutan Amazone-nya dan Kongo.

Lahan Gambut Kedua Terbesar Dunia

Tidak hanya hutan hujan tropis, Indonesia juga masuk sebagai pemilik hutan gambut terluas kedua di dunia (setelah Brazil di urutan pertama dan Kongo di urutan ketiga).

Tidak seperti hutan hujan tropis yang sudah sangat familiar di telinga bahkan sejak kita SD, hutan gambut justru terdengar lebih asing. Apa itu gambut? Aku taunya gabut. Gkgkgk

Padahal faktanya Indonesia menjadi tempat bagi lahan gambut terluas kedua dunia1 .

Tapi apa sih gambut itu?

Sekilas tentang Gambut

Gambut adalah jenis lahan basah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa pepohonan, tumbuhan, jasad hewan, lumut yang terjadi dalam waktu lama namun tidak terurai secara sempurna. Proses terjadinya gambut memakan waktu ribuan tahun hingga membentuk lapisan tebal (sebut saja kubah gambut) yang sifatnya seperti spons yang menyerap air saat musim hujan dan mengeluarkan cadangan airnya saat musim kemarau.

Kubah gambut yang berfungsi sebagai spons, sangat penting keberadaannya dalam menjaga keseimbangan cadangan air dan karbon. Pada gambar di bawah ini kubah gambut yang berwarna hitam

pengertian gambut
Gambut adalah tanah yang berisi sisa-sisa makhluk hidup yang terpendam dalam tanah namun tidak terurai secara sempurna. (Sumber: Pantau Gambut)

Saya tinggal di provinsi dengan lahan gambut terluas kedua di Indonesia, Kalimantan Tengah. Selain berciri khas tergenang, lahan gambut punya pH sangat rendah dengan mineral tanah yang minim sehingga tidak cocok dijadikan lahan pertanian. Jadi untuk punya tanaman produktif di sini, saya mengeluarkan cost lebih dari ketika saya menanam di kampung halaman saya yang notabene tanah mineral. Hiks…

Namun, lahan gambut tentu tidak diciptakan Maha Pencipta tanpa maksud.

Karena tersusun dari materi organik yang tidak terurai dengan baik, gambut meskipun luasnya hanya 3% dari luas daratan di bumi ternyata menyimpan potensi karbon 20x lipat lebih banyak daripada hutan hujan tropis. Dan ada sekitar 57 GigaTon karbon2 yang tersimpan di dalam lahan gambut Indonesia atau 30% cadangan karbon dunia.

Gambut juga sebagai tempat tinggal hewan dan tumbuhan endemik serta mata pencaharian penduduk lokal. Saya pernah membaca bahwa suku dayak sangat menghormati gambut, mereka tidak mau merusak gambut. Mungkin mereka tidak sampai melakukan penelitian berbasis sains untuk mengukur efeknya. Namun mereka mungkin tau bila gambut dirusak, maka rusak jua lah “spons alam” mereka. Maka yang terjadi adalah: banjir saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau.

Belum lagi jika kita bicara karbon yang tersimpan di lapisan bawah gambut yang jika dirusak maka karbon akan mudah bereaksi dengan oksigen membentuk CO2 yang menyebabkannya mudah terbakar dan menambah emisi gas rumah kaca.

Sad Fact tentang Hutan Indonesia

Sejarah Kebakaran Hutan

Akhirnya kita masuk ke bagian yang menyedihkan. Fakta bahwa kebakaran hutan di Indonesia memang selalu mengiris. Kabut asap pertama di Indonesia nyatanya sudah terjadi sejak 1967 di Palembang, 1970 di Kalimantan Selatan, 1996 di Kalimantan Tengah, dan terjadi lagi 1997 yang katanya berlangsung sampai 7 bulan lamanya, itulah kebakaran hutan terbesar dan terparah pertama dengan emisi gas CO2 sebesar 2,57 GigaTon melayang ke atmosfer.

Kemudian kejadian ini terulang lagi pada tahun-tahun berikutnya namun dengan intensitas di bawahnya. Hingga akhirnya tahun 2015 datang dengan El Nino yang sangat kering. Momen yang mungkin ditunggu-tunggu oknum untuk “membersihkan” lahannya tanpa keluar modal banyak -namun “sangat sukses” membuat 20 juta manusia menderita karena menghirup asap pekat.

Tahun itu hutan kita kembali dibabat api dengan luas kebakaran hingga mencapai 2,61 juta hektar. Seberapa luas itu? Kira-kira seluas 3.840x lapangan sepak bola menurut standar FIFA.

Ckckckck

Tiga tahun berturut-turut setelahnya kita sempat merasakan segarnya udara kembali, namun faktanya kebakaran ternyata tetap terjadi dalam skala yang lebih kecil. Fakta yang baru saya ketahui saat mengikuti webinar bersama #EcoBloggerSquad dengan Kak Cecil sebagai narasumber dari Auriga Nusantara.

Hingga 2019 bencana itu kembali menghantam. Indonesia kehilangan total 1,61 juta hektar hutan hujan tropis dan lahan gambut.

karhutla palangka 2019
Kebakaran hutan 2019 di Palangka Raya
(Sumber: ANTARA Foto)

Kemudian tim Auriga Nusantara mengumpulkan data dan mengolahnya dalam sebuah grafik. Data tersebut adalah akumulasi selama 6 tahun kebakaran hutan 2015-2020. Kalian bisa perhatikan dengan seksama grafik di bawah.

luas kebakaran hutan indonesia
Sumber: Auriga Nusantara

Grafik lingkaran sebelah kanan menunjukkan 15 provinsi di Indonesia langganan karhutla. Lalu setiap provinsi diuraikan luas lahan yang terbakar setiap tahun. Grafik merah sebelah kiri adalah representatif dari grafik lingkaran alias akumulasi luasan hutan yang terbakar dalam kurun waktu 2015-2020 terakhir. Siapakah “juara” terbanyaknya?

Pulau Kalimantan dan Papua tempat gambut terbanyak berasal.

luasan gambut di dunia dan indonesia

Dampak Kebakaran Hutan

Dampak kebakaran hutan meliputi seluruh dimensi kehidupan. Karena kabut yang kalian lihat di televisi itu sungguh bukan kabut seperti di pegunungan yang segar dingin. Kabut ini kabut asap, panas, bau, dan partikelnya menusuk hidung.

Berdasarkan data yang didapat dari Auriga Nusantara, setidaknya ada 24 orang meninggal dunia dan 600.000 jiwa terjangkit ISPA saat kebakaran tahun 2015. Di dunia pendidikan ada 1,5 juta peserta didik mengalami ketertinggalan pelajaran dan lebih dari 46.000 sekolah memiliki kualitas udara buruk. Belum lagi bicara aspek ekonomi dan transportasi yang semua nyaris lumpuh dalam beberapa bulan.

Namun tidak hanya manusia yang menderita, tapi juga satwa yang tinggal di hutan. Entah berapa banyak ular, orang utan, dan monyet yang terpanggang dalam karhutla. Setelah reda kebakaran, mereka pun masih dihadapkan pada fakta musnahnya habitat mereka.

kebakaran hutan

Selain dampak yang langsung dirasakan saat kejadian, ada satu lagi impact yang merupakan dampak susulan, yaitu dampak ekologis. Dampak ini dirasakan setelah beberapa waktu karhutla telah berlalu. Tepatnya saat musim hujan. Ya, banjir. Kalimantan Tengah baru-baru ini menerima banjir beberapa kali dalam setahun. Kami sudah kehilangan banyak spons alam berharga itu sehingga tidak ada lagi yang menyerap air saat hujan datang.

Siapa Pelakunya?

Siapa pelakunya? Alam kah? Atau manusia kah?

Beberapa pihak menuding bahwa gelombang panas El Nino adalah penyebabnya. Padahal faktor alam hanya sekitar 1% menurut para ahli. Artinya 99% sisanya adalah ulah tangan manusia3. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sendiri telah mendaftar 413 perusahaan yang diduga terkait dengan karhutla 2019 dan 10 nya sudah diberi sanksi administrasi.

Apakah sanksi ini mengubah mereka? Let time tell the truth.

Berikut adalah tangkapan citra satelit yang diambil tim Auriga Nusantara di Ogan Komering Hilir, Sumatera Selatan. Sebelah kiri kondisi bulan Mei 2019 dan sebelah kiri November 2019 setelah terjadi karhutla. Lihat perbedaanya, bukan?

Kenapa kita harus peduli dengan sad fact tentang hutan kita? Karena karhutla kita mempercepat perubahan iklim dan krisis iklim yang tengah terjadi sekarang. Jika sekarang kita sudah merasakan cuaca eksrim dan musim yang tidak menentu, bagaimana dengan anak cucu cicit kita?

Jangan jadi nenek moyang egois….

Referensi

https://katadata.co.id/timpublikasikatadata/infografik/5e9a519433cb1/luas-gambut-indonesia-terbesar-kedua-di-dunia

https://v1.pantaugambut.id/pelajari/peran-penting-lahan-gambut/lahan-gambut-menjaga-perubahan-iklim

https://bnpb.go.id/berita/99-penyebab-kebakaran-hutan-dan-lahan-adalah-ulah-manusia

https://www.dw.com/id/penyebab-kebakaran-hutan-terungkap/a-18801135

https://www.mongabay.co.id/2015/10/22/pakar-kebakaran-hutan-dan-lahan-percepat-perubahan-iklim

Auriga Nusantara

16 thoughts on “Indonesia dan (Kebakaran) Hutan, Sebuah Ironi Bumi Khatulistiwa”

  1. Betapa kayanya Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah. Terlihat ya dari daftar di atas, betapa luasnya hutan yang dimiliki negara kita. Semoga saja dengan edukasi tiada henti, pihak yang sering melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar hutan segera sadar. Efek dari aktivitas yang mereka lakukan itu merugikan banyak pihak, plus mengancam masa depan bumi di masa-masa yang akan datang.

    Reply
  2. Kejadian kebakaran hutan tahun 1997 itu, pas suami saya yang waktu itu masih calon, lagi di Riau …. beliau cerita bagaimana keadaan yang dipenuhi asap dan jarak pandang sangat pendek. Semoga dengan usaha dari Auriga Nusantara dan pihak2 lain, ke depannya kebakaran hutan dan lahan gambut bisa dicegah.

    Reply
  3. Iya, ironi banget ya mbak
    Ternyata penyebab kebakaran hutan dan lahan adalah karena ulah manusia
    Semoga semakin banyak orang yang sadar akan pentingnya menjaga lingkungan
    Termasuk menjaga hutan dan lahan

    Reply
  4. 3 tahun tinggal di Siak Riau, kebakaran lahan hutan paling parah memang tahun 2015. Sekolah libur sampai berbulan bulan, asapnya pun tebel banget. Bahkan saat itu ada himbauan ibu hamil keluar dulu dari daerah Riau, akhirnya aku pulang ke Batam. Nggak kuat banget sama kondisi cuacanya, kayak diungkep gitu kl keluar rumah

    Reply
    • Bersyukur Indonesia hutan nya luas sekaligus sedih karena malah kena karhutla berkali-kali setiap tahun nya pasti ada kebakaran hutan. Dampaknya padahal semengerikan itu ya kak. Semoga beneran bisa dihilangkan atau berkurang

      Reply
  5. sedih banget baca fakta kebakaran hutan yang kerap terjadi yaa. Agar hal ini tidak terjadi secara terus menerus, penting bagi kita untuk menjaga alam dengan penuh tanggung jawab. Minimal tidak buang sampah sembarangan

    Reply
  6. Faktanya bikin miris ya. Kita yang punya lahan gambut terbesar kedua di dunia, dan hutan tropis ketiga di dunia, tapi malah hutan kita makin rusak karena kebakaran.

    Parahnya lagi bukan akibat kemarau panjang, tapi malah ulah manusia. 🥲🥲

    Reply
  7. Kaget, saat tahu kebakaran hutan pertama di tahun 1960an dan terjadi berbulan-bulan. Kalau sampai sekarang belum bisa teratasi dengan baik, berarti butuh metode2 yang benar-benar bisa menghentikan kebakaran ini ya

    Reply
  8. Sedih banget tahu fakta ini. Kalau baca/denger berita kalau hutan kalimantan berkurang jauh juga sedih apalagi perluasan perkotaan terus berkembang masif. Paru paru dunia tinggal cerita

    Reply
  9. Saya suka ikut sedih kalau lihat kebakaran hutan itu, sebagai penderita sesak berasa banget kayak asap masuk ke dada semua. Dan baru tau ini, kalau ternyata Karhutla bisa mempengaruhi iklim jadi makin buruk.. semoga tahun tahun kedepan tidak ada lagi kebakaran hutan ya mbak..

    Reply
  10. Indonesia terkenal dengan hutan hijaunya, tapi sekarang bikin sedih. Banyak kebakaran hutan dan lahan gambut. Ini bisa berdampak pada banyak hal. Ya, yuk kita mulai untuk tidak jadi nenek moyang yang egois

    Reply
  11. Yang heran karhutla itu selalu terjadi setiap tahun ya mba… Padahal penting banget fungsi hutan.. semoga Aja nih yan Ada jalan keluar nya

    Sudah tugas kita melindungi hutan untuk generasi berikutnya

    Reply
  12. Banyak fakta yang menyedihkan mengenai hutan Indonesia.
    Dan ini semoga tidak diperpanjang dengan berbagai macam kejadian lagi pasca pandemi. Dengan berhati-hati dalam menggunakan dan memanfaatkan hutan dan mengembalikan hutan ke peruntukan semula, yakni sebagai paru-paru bumi, sumber makanan manusia dan sebagai penyedia sumber air, maka kita semua wajib saling menjaga dan kalau bisa mencegah kebakaran hutan.

    Semoga dengan bergerak bersama, meskipun kecil, tapi bisa mmebuka mata para penebang dan pembakar liar.

    Reply
  13. kita warga nih emang harus sering-sering diingatkan lagi tentang penjelasan seperti ini
    izin share ya artikelnya mak
    biar makin banyak yang sadar kalau bumi Indonesia harus dijaga dan dilestarikan bersama

    Reply
  14. Kadang kita suka menyalahkam alam yg jadi penyebab karhutla ini. Padahal, justru manusianya sendiri yang berbuat ulah. Semoga angka kebakaran hutan ke depannya bisa ditekan bahkan tidak terjadi lagi, karena dampaknya bisa sangat luas ya mbak.

    Reply
  15. Saya tinggal di dekat Palangka sekitar 2008-2009. Saya merasakan efeknya tinggal di wilayah yang nggak punya lahan pertanian dan penduduknya menggantungkan sumber sayuran dari kabupaten tetangga, dan bahkan propinsi tetangga.

    Ada semacam tradisi yang saya lihat di sana, yaitu birokrat lokal nampak kurang peduli pada nasib rakyat.

    Kalau rakyat minta dibantu untuk memiliki kebun sendiri, lahannya seperti sudah di-tag untuk kepentingan orang lain.

    Otoritas setempat agak sulit dihubungi karena sering tidak ngantor pada jam kerja, sedang berada di kabupaten tetangga atau bahkan propinsi tetangga, sampai berhari-hari.

    Kebiasaan begini, mungkin yang menjadi penyebab kenapa rakyat lokal Kalimantan Tengah sulit mempertahankan lahan gambutnya supaya tidak menjadi area konsesi perkebunan korporat. Karena memang lahannya sudah dijual menjadi area konsesi. Korporat membakarnya untuk mempermudah konversi. Maka jadinya karhutla.

    Kalau mau kebiasaan gini dihentikan, dan menyelamatkan hutan, rakyat mesti tegas minta putra daerah jadi pemimpin mereka sendiri. Putra daerah yang betul-betul perhatikan rakyat, bukan putra daerah pesanan korporat.
    Repotnya, kalau saya tanya waktu itu, “Kenapa pilih bapak/ibu X untuk jadi kepala daerah”, jawabnya karena si itu adalah putranya si Anu. Hahahaa…

    Reply

Leave a Comment