InstagramYouTube

December: How I Met My Soulmate

Seorang teman pernah menanyaiku,  “kalau seumpama kamu adalah kupu-kupu yang terbang di atas taman bunga yang sedang bermekaran apa yang akan kamu lakukan? Hinggap ke salah satu bunga atau berterbangan di atas taman menikmati semua bunga yang ada?” 

Assalamu’alaikum . . . .

Sudah di penghujung bulan Desember 2017 nih, artinya sebentar lagi detik-detik keberangkatan kapal 2018 akan segera dimulai. Sudah siapin bekalnya belum?

Baca juga: My 2018 Resolution

Desember. Bulan ini punya banyak makna bagi banyak orang. Desember di kalender berarti penanda akhir tahun sekaligus awal tahun. Desember dilihat dari ilmu Geografi berarti bulan dengan curah hujan yang tinggi (kalo kata orang Jawa, desember means deres-derese sumber). Bagi karyawan perusahaan Desember berarti kebahagiaan tersendiri karena bonus akhir tahun biasanya akan diterima walaupun ada pula yang gondok setengah mati karena justru gaji terakhirnya dipotong 50% buat bayar pajak *cie curcol.

Kalo bagi kalian apa makna bulan Desember,  gengs??

Kalo Desember bagi aku, emmmm seperti yang sudah terpampang jelas di judul. Yes, this month is all about my very first meeting with my husband πŸ’ž.

(Dari tadi pengen banget bikin disclaimer tapi maju mundur. Anu, cuma mau bilang tolong jangan baper. Cerita di bawah ini mungkin banyak sisi kenarsisannya secara halus tapi sungguh saya tidak bermaksud membuat baper jomblo-jomblo di luar sana apalagi membanggakan diri sendiri. Yang mau baca silakan dilanjut, yang ga berkenan silakan out! *kejaaaam πŸ˜‚)

Desember 2012

Baiklah, cerita itu akan aku mulai dari sini.

8 Desember 2012, sore itu aku janjian dengan sahabat kecilku. Hawa dingin bulan itu membuatku ingin menyeruput kuah bakso. Jadilah sore itu jadwal kami bertemu di warung bakso. Sebenarnya acara itu lebih dari sekedar makan bakso, aku ingin mengeluarkan semua uneg-unegku. Simpel saja sebenarnya, hanya uneg-uneg seorang perawan yang udah kelewat target menikah *LOL

Ceritanya, saat itu aku sedang dekat dengan seseorang yang ternyata temen kerjanya sahabatku. Kita deket tapi ga pacaran sih. Deket tapi bertujuan, ga ngambang, dan dianya jelas kok kemana arahnya. Dia ada niat dan akupun waktu itu suka. Bak gayung bersambut lah. Awalnya sih baik-baik saja, sampai suatu saat aku merasakan hal yang sama seperti yang sudah-sudah.

“Tya, kenapa ya muncul lagi perasaan itu? Tiba-tiba illfeel” kataku

Si sahabat ini yang sepertinya sudah nebak cuman bisa menanggapi sekedarnya. Iya, dia sudah tau kebiasaanku kalo udah berhubungan dengan lelaki. Aku juga ga tau, kenapa SELALU tetiba punya perasaan illfeel saat ada cowok yang mau mendekat padahal awalnya biasa aja. Kebiasaan mulai sekolah ini membuat aku hampir ga punya mantan.

Jujur ya waktu itu aku takut dengan perasaan aneh itu, sampai aku berpikir jangan-jangan aku punya kelainan πŸ˜‚.

Belum habis bakso di mangkuk, mama nelpon dan bilang kalo ada temen yang ke rumah. Nadanya riang dan ga keberatan saat aku bilang agak lama baru pulang. Bingunglah aku siapa gerangan teman yang membuat mama seriang itu.

Kalian bisa tebak siapa yang datang?

Saat masuk rumah dengan dipenuhi tanda tanya di kepala, aku melihat ada seorang perempuan paruh baya dengan anak perempuan nya seumuran denganku, sedang duduk ditemani mamaku. Refleks saja aku salim dan cium tangan ibu itu dengan pedenya, padahal masih dengan jaket kumal bau matahari. Aku merasa bersalah dengan beliau sudah menunda kepulangan demi bakso yang belum habis dilahap. Aku pikir cuman temen aja yang datang seperti kata mama.

Duduklah aku di sofa dan menerka-nerka tujuan beliau ini ke rumah. Awalnya sama sekali kutakpaham karena sungguh banyak yang diceritakan sampai akhirnya beliau cerita tentang anak sulungnya, lelaki. Oh tidaak, ini maksudnya apa ya?? Dijodohin gitu??

Honestly, saat itu aku belum terlalu respek dengan beliau karena aku masih punya masalah sendiri yang belum tuntas. Tapi kemudian hari aku justru harus angkat topi.

***
Seminggu sebelumnya sebenarnya aku sudah bilang sama mama kalo ada yang dekat, aku ceritakan sedikit perihal tentangnya. Tapi respon mama seperti ga yakin gituπŸ’”.  Aku bilang dengan cowok itu kalo mama masih belum yakin dan dia minta aku yakinin mama terus. Dan di sinilah pertama kali muncul perasaan illfeel itu.

Aku yang lagi galau saat itu entah kenapa langsung ngasih tau ke cowok itu kalo tadi sore ada yang ke rumah bla bla bla bla. Intinya dia nangkap maksud aku dan langsung pengen ke rumah ketemu mama, biar fair katanya. Aku yang saat itu udah terlanjur ga nyaman langsung menolak idenya. Percuma dalam hatiku.

Singkat cerita reaksi dia selanjutnya membuat nafsu makanku menguap entah kemana.

Sepertinya aku sudah terlalu kasar tapi aku harus tegas karena “alarm”  diriku sudah menyala. Apalagi ditambah kedatangan “tamu tak diundang” sore itu membuat mama sudah memilih sikap.

***

Besoknya, berbekal nama akun Facebook yang diberikan ibu tadi aku dan mama mencari foto-fotonya. Ternyata banyaak bangett. Hahaha. Rupanya dia masuk tim narsis. Baru kutau kemudian hari, saat itupun dia sedang mengubek-ubek galeri Facebook ku dan menemukan tak satupun fotoku di sana. Maaf ya kakang mas, sudah bikin penasaran kamuh πŸ˜†.

Chat pertama kami adalah via inbox Facebook (saat itu belum ada messanger) dan dia ngasih tau kalo sepekan lagi mau ke rumah.

Kalo kalian pikir aku hepi kalian salah. Aku mumeeett gaesss.  Masalah satu belum tentu selesai sudah ada yang lain lagi.

Beberapa hari sebelum kedatangannya, aku merasa harus mencari “pelarian” atas ketegangan otakku ini. Aku memutuskan main ke rumah salah satu temen kecilku. Di sana aku berharap bisa sejenak refreshing berhaha-hihi. Tapi takkusangka ternyata temen aku tau perihal kedatangan ibu itu dan akhirnya justru aku di”bully”nya *kzl. Saat pulang dari rumahnya aku ga sengaja ketemu guru TK ku yang kebetulan bersebelahan dengan rumahnya. Sekali lagi takkuduga beliau menyoal cerita yang sama,”Fika, sama anaknya bu Atul ya? Cocok koq. Ya, mau aja ya?!”

Kalian ga akan tau betapa saltingnya aku saat itu.  Duh, belum apa-apa kenapa beritanya sudah kemana-mana? Belum kenal sama sekali, belum pernah ketemu, gimana kalo ga jadi, kan maluuu 😫

Aku dan Mereka-ku

14 Desember 2012, bada ashar seperti janjinya, mereka ke rumahku, si dia, mamanya dan tak lupa anak perempuanya yang kemarin, si navigator.

Sore itu ditemani hujan rintik aku beralibi membuat teh di dapur untuk mereka. Tapi setengah jam tak kunjung datang, mama masuk ke dapur untuk memastikan. Apa yang terjadi?? Tehnya sudah siap tidak kurang apapun, tapi……  kakiku kaku-kaku kakaaaakks! Kakiku berat sekali dilangkahkan, tanganku dingin macam es. Mama cuma bisa tertawa melihat anak gadisnya begini-begini amat. Hahaha. Lebay? Iya, mungkin. Tapi bagi kalian yang hampir ga pernah pacaran, punya daftar temen cowok seuprit, kontak laki-laki cuma sebiji dua biji, pasti maklum kenapa diriku selebay ini.

Akhirnya dengan perjuangan berat aku melangkahkan kakiku ke ruang tamu. Seandainya aku boleh minta tak usah saja ada acara seperti itu, asli rikuh banget, canggung malu campur jadi satu. Tapi kata orang awkward momen begini yang bisa dikenang selamanya.

Duduklah diriku di sofa, paling pinggir. Demi mencairkan suasana akupun ikut tertawa saat yang lain tertawa. So many thanks buat mama mertuaku yang punya seribu cerita untuk mengurangi kerikuhan kami.

Sepanjang pertemuan itu aku tau si dia beberapa kali mencuri pandangan ke arahku untuk kemudian menunduk malu-malu. Aku? Jangankan memandang, melirik pun kutaksanggup. Haha

Singkat cerita, kami pun bertukar nomor hape setelah disuruh. Dan komunikasipun berlanjut.

Sebulan berlalu setelah pertemuan itu. Apa yang aku rasakan? Hmm, entahlah. Yang pasti ini sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya. Sampai sejauh perasaan illfeel itu belum muncul (atau tidak akan?).

Aku tau dia belum lulus sepenuhnya dari pendidikan profesinya. Bahkan untuk bekerja dia harus mengantongi STR dulu dan itu baru bulan Agustus paling cepat. Aku katakan kalo aku siap saja memutus taaruf ini kalo memang dia belum siap dalam jangka waktu dekat meminang. Toh kalo memang jodoh pasti akan bertemu juga, begitu pikirku. Tapi balasannya sungguh di luar dugaanku. Dia justru mengajukan bulan April sebagai pengikat kami berdua di mata Alloh -yang kemudian dimajukan lagi ke bulan Maret.

So many thanks again buat mama dan abah mertua yang bersedia memberikan tumpangan sementara kami belum mapan. Semoga Alloh balas dengan sebaik-baiknya pembalasan. Aaamiin!

Baca juga: Belajar Hidup di Pedalaman

Bulan Januari dan seterusnya aku semakin merasakan kecocokan dengan si dia. Ada secuil perasaan damai, aman, tenang, semacam ada perasaan yang tergenapi. Ah, aku susah mendeskripsikannya tapi bagi ciwi-ciwi yang pernah berada di masa yang sama denganku pasti mengerti.

Ga tau kenapa beda aja gitu, ga ada sama sekali muncul illfeel. Padahal diriku sudah siap menyambut sang “illfeel” 

Apakah perjalanan taaruf kami baik-baik saja? Alhamdulillah.  Alhamdulillah ada sedikit terganggu maksudnya, haha. Ya, tetap bersyukur karena gangguan ini cerita taaruf kami menjadi berwarna.

Kalo aku boleh dikata hampir tidak pernah pacaran (pernah sih pacaran,  tapi ga pernah ngedate. Pernah sih, tapi 2x doank itupun masa-masa putih biru. Pernah sih, tapi paling lama sebulan dan paling cepat sepekan bubar 😝) . Naah, kalo si dia mantannya banyaaak, ada 7, hahahaha. Kelak saat sudah menikah aku introgasi dia dengan ketujuh mantannya itu, sampai detilll.

Jadi, ceritanya sebulan sebelum bertemu denganku, si dia baru putusan dengan pacarnya. Singkat cerita (lagi) si mantan terakhir ini ga ridho sama aku dan entah tau darimana dia dapat cerita dan akun Facebook ku, si mantan itu menghubungiku dan bla bla bla dia menghembuskan kata-kata panas. Aku ga bisa cerita lengkap di sini karena sungguh ga pantas diceritakan. Waktu itu aku masih antara percaya dan tidak. Jangan-jangan perempuan ini betul? Jangan-jangan si dia ini ga bener. Ah, sumvah aku tetiba males melanjutkan semuanya. Akhirnya aku serahkan dengan temanku untuk meladeninya. Big thanks amah Ririn yang sudah mau nolongin saat itu.

Dan pada akhirnya terungkap semua kebatilan mulutnya.

Jikalau saat itu yang datang mendekatiku adalah si dia mungkin aku bisa setengah percaya dengan omongan perempuan itu. Tapi yang datang ke rumahku bukan dia, tapi mamanya, mama mertua. Aku pikir tak akan berani beliau mengajukan anaknya kalo anaknya tidak sebaik yang dikira. Aku yakin, si dia orang baik, anak yang baik, dan akan jadi suami dan ayah yang baik untuk anak-anak kami.

Lewat tulisan ini aku mau menyampaikan rasa hormat buat mama mertua. Beliau yang bela-belain mencari calon untuk anak-anaknya. Kalo dalam adat Banjar Kalimantan Selatan, yang mamerku lakukan dikenal dengan nama “basasuluh” yang diambil dari kata “suluh” yang artinya lampu. Jadi, makna keseluruhannya, basasuluh adalah mencari informasi tentang sesorang yang tidak jelas asal-usulnya sehingga menjadi terang benderang.

Mamer melakukan basasuluh ini jauh sebelum beliau memutuskan untuk ke rumahku. Sebelumnya beliau sudah menanyakan ke guru SMA-ku (kebetulan abah mertua guru SMA tapi ga sempat ngajar diriku secara langsung). Beliau juga menanyakan ke guru TK-ku dulu yang sekarang sama-sama menjadi kepala TK.

Lewat tulisan ini juga aku mau mengucapkan terimakasih banyak kepada mamer yang sudah memilihku menjadi menantunya. Padahal di luar sana banyak sekali perempuan yang lebih baik, lebih cantik, lebih sabar, lebih pandai masak, lebih berkarya, lebih menghasilkan, lebih sholihah, dan lebih semuanya daripada aku. Makasih mama, sungguh terimakasih banyak😭.

Last but not least, aku juga mau ngucapin special thanks buat temen-temen yang sudah turut andil dalam perjalanan taaruf ini. Ririn, temen sekaligus mata-mataku, hahaha. Iya, dia ini ternyata tetangga sebelah rumah si dia. Darinya lah informasi banyak aku dapatkan. Rin, baru aku paham kenapa Alloh pertemukan kita di akhur tahun 2011. Long time no see. Kamu apa kabar? ? Semoga kabar baik segera sampai di telingaku ya, hehe. Winda, temen sekaligus iparku. Iya, dia ini si navigator yang aku ceritakan di atas. Kami teman seangkatan SMA, tapi tak pernah bertegur sapa karena memang beda jurusan. Sampai sekarang bahkan aku masih bingung kenapa dia memasukkan namaku di antara “sekumpulan nama-nama perempuan” yang diajukan ke mamanya. Ah, kenapa pula harus bingung, bukankah kalo sudah Alloh yang menggariskan semua akan dimudahkan?.  Ristya, my sohib my adventure, hihi. . . Ini sahabat mulai kecil yang udah hapal banget tabiatku. Makasih ya sudah berkenan menampung semua uneg-unegku dari yang berfaedah sampai yang unfaedah sama sekali *kisshug.

Silaturahim Pembuka Rezeki

Pernah dengar hadist ini? “Barangsiapa ingin diluaskanpintu rezekinya dan dipanjangkan usianya, hendaklah ia bersilaturahiim” HR. Bukhari

Mungkin aku dulu tidak menganggapnya silaturahim, hanya “main” saja.  Main ke rumah teman lama atau ke guru-guru zaman kecil. Aku suka sekali melakukannya. Kadang sama teman, kadang sama mama. Dan dari mereka-mereka yang sering aku kunjungi itulah jodohku seperti diarahkan.

Jadi, buat para single, bertebaranlah kalian di muka bumi, silaturahiim gaeess. Siapa tau jodohmu ada di sebalik pintu-pintu yang kau ketuk itu πŸ˜†.

2 thoughts on “December: How I Met My Soulmate”

Leave a Comment