Assalamu’alaikum….
Para Nyawa yang Malang Itu…
Beberapa bulan lalu saya ngobrol dengan seorang kaka yang sudah saya anggap sebagai keluarga, tentang anak kami yang baru masuk TK Al-Qur’an,
“Dek, anakku sebenarnya aku masukin TK Al-Qur’an supaya ada temannya”
Saya membalas, “Bukannya tinggal di kompleks ya, Mba? Bukannya malah banyak teman sudah?”
“Ga, Dek, di sini anakku kubatasi mainnya. Soalnya ada anak tetangga depan rumah yang terindikasi kena TB, kakaknya udah meninggal beberapa bulan lalu, aku takut nular, depan rumah persis deh”.
“Ya Alloh, Mba! ” 💔
Karena saya speechlees, teman saya melanjutkan ceritanya.
“Jadi ayah sama om-nya itu merokok dan mereka serumah. Harusnya sih mereka ikut tes mantoux ya buat memastikan mereka semua terpapar bakterinya atau ga, tapi belum ni”.
Saya pun semakin speechless.
Apa? Kakaknya sudah meninggal? Sekarang adiknya?? Saya ga kenal sama sekali dengan dua anak itu, tapi hati saya rasanya retak dan hancur berkeping-keping saat teman saya itu bilang bahwa 2 perokok itu ada di rumah yang sama dengan kedua bocah itu.
Memang belum dipastikan penyebab TB nya apa dan TB alias tuberculosis juga tidak selalu berasal dari asap rokok. Tapi, faktanya terlalu dekat untuk disangkal.
Ada lagi fakta yang ceritanya viral tahun lalu. Cerita tentang bayi yang belum segenap umurnya harus menderita pneumonia berat. Ayahnya tidak merokok, apalagi ibunya. Bayi itu “hanya” terpapar asap rokok beberapa menit dari tamu yang datang ke acara aqiqahannya.
![]() |
Acara aqiqah membawa maut |
Pesan: Tolong bapak-bapak yang menghadiri syukuran aqiqahan atau tasmiyahan, tak usah lah bawa rokok segala, ada bayi pak, bayi!
Nah, itu kan kena asapnya. Aku kalo ngerokok ke luar koq, ga dekat-dekat anak.
Oya, bagaimana dengan kisah di bawah ini?
![]() |
Anak perokok = perokok pasif |
Pak, asap rokok mu itu menempel di rambut, di baju, di mulut, dan di kulitmu. Lengket. Tercium oleh bayimu, balitamu, anak-anakmu, kemudian masuk ke paru-parunya membuat alveolusnya terisi dengan gas beracun mu.
Lain lagi kisah berikut. Sempat viral setahun lalu, persis setelah lebaran. Seorang ayah yang terpaksa meninggalkan anak dan calon anaknya untuk selama-lamanya. Dan setahun selepas kepergian suaminya, sang istri memajang foto berikut di profil Facebook nya.
![]() |
Suami mba Rezy yang belum sempat melihat anak keduanya lahir. Sumber: FB Rezy Selvia Dewi |
Ini adalah foto keluarga kecil mba Rezy yang ditinggal suaminya setahun lalu dalam keadaan hamil tua. Suaminya terkena kanker lidah yang berawal dari sariawan yang tidak sembuh-sembuh karena kebiasaan merokoknya yang sudah lama. Sekarang mba Rezy jadi tulang punggung menggantikan suaminya untuk menafkahi 2 anak kecilnya. Ya, masih kecil, karena ayahnya 30 pun belum sampai umurnya.
Suami mba Rezy pasti menyesal dan bertobat dalam sakitnya sebelum meninggal. Saya yakin itu.
Masih ingat (alm) Robby? Yang dilubangi tenggorokannya karena kanker? Akhirnya, di sisa umurnya dia tidak bisa bicara, makan, apalagi merokok. Semoga jadi pelajaran berharga untuk kita yang masih sehat.
Gempuran itu Nyata
Selain orang dewasa, perokok aktif juga datang dari kalangan anak-anak. Anak-anak yang terpapar asap rokok tidak hanya berpotensi menjadi “tumbal” tapi juga berpotensi sebagai perokok aktif pemula.
Dimulai dari melihat contohnya dari sang ayah, berlanjut ke rasa penasaran – Ayah ngerokok terus. Emang enak, ya? Enaknya apa? Nyoba ah biar tau enaknya dimana, sampai akhirnya anak-anak malang itu membeli sebatang untuk dicoba dan mencoba menemukan sensasi enaknya dimana. Lama-lama ingin lagi, nambah lagi, dan loh koq mau mau lagi?
Saya melakukan survey kecil-kecilan pada teman-teman di grup alumnus sekolah yang merokok. Mereka bahkan tak bisa menjelaskan kenapa keinginan mereka untuk merokok datang lagi dan lagi, sangat kuat. Mereka bilang hanya karena kebiasaan saja, karena biasa tangan megang rokok dan mulut mengepulkan asap, jadi ada perasaan ga nyaman kalo tidak merokok. Sungguh candu yang tidak beralibi.
Sekarang pabrik rokok tidak hanya menarget perokok dewasa, anak-anak sekolah juga tak luput disasar dengan pendistribusian yang sengaja merambah ke kampung-kampung ditambah, seperti sengaja betul untuk memudahkan anak-anak mendapatkannya.
Jiwa anak-anak yang terkadang ingin terlihat dewasa menjadi pendorong keinginan untuk merokok. Mereka menganggap dengan mengepulkan asap dari mulut mereka akan membuat mereka terlihat keren. Belum lagi kemudahan untuk mendapatkan rokok yang bisa dibeli per batang dengan uang saku mereka. Klop sekali, bukan?
![]() |
Penggiringan makna keren yang salah jalan |
Bayangkan, seribu rupiah per batang?! Berapa batang yang bisa mereka beli sehari?? Bisa jadi lebih dari 1. Tidak ada bedanya dengan membeli wafer cokelat.
Regulasi penjualan rokok di negara kita memang sangat lemah, bahkan dibanding dengan Meksiko yang tak kalah carut marut karena hutang negaranya.
Harga rokok termahal di dunia ditetapkan oleh negara Australia dan tetangganya Selandia Baru. Sedangkan harga rokok termurah ada di salah satu negara miskin Afrika yang mematok harga hanya Rp. 8.000 rupiah sebungkus, hanya beda sedikit dengan Indonesia.
Jadi, bisa dibilang harga rokok di negara kita termasuk yang paling murah di dunia.
Wajar sekali kan jika kita melihat pemandangan kepulan asap rokok dikeluarkan oleh anak-anak berseragam merah putih?
Bagaimana Solusinya?
Memang,
Iklan rokok sekarang sudah tidak sebebas tayang di televisi seperti zaman saya kecil.
Peringatan bahaya merokok di setiap kemasan juga sudah, dari yang kalimat panjang tentang bermacam-macam efek sampingnya sampai yang hanya “ROKOK MEMBUNUHMU” (bold and caps lock) beserta tampilan gambar yang mengerikan, tapi tetap saja kan tidak menciutkan para perokok untuk membelinya?
Bahkan yang ada justru terdapat tren peningkatan pravalensi perokok, yaitu dari 27% di tahun 1995 hingga 36% di tahun 2013. Di 2018? Entahlah sudah berapa.
Dan berdasarkan survey dari Global Youth Tobacco Survey di tahun 2011 tingkat pravalensi perokok di Indonesia adalah yang TERBESAR DI DUNIA, yaitu sebesar 34%!! Dan jika dilihat dari populasi keselurahan maka terhitung 67% laki-laki Indonesia adalah perokok!
Terus bagaimana, donk?
Kalau kita perhatikan sama-sama, tren peningkatan ini terjadi karena;
1. Lemahnya regulasi di tingkat bawah alias warung-warung kecil yang membolehkan pembelian per batang dan dibeli oleh anak sekolah
2. Murahnya harga rokok sehingga memudahkan golongan menengah ke bawah membelinya
Hanya 2 ini? Iya, menurut saya hanya 2 ini.
Karena kalau dibilang tidak ada sosialisasi bahaya rokok ya juga tidak, karena sosialisasi seperti apa lagi yang kita inginkan? Bahkan para istri itu di rumah sudah melakukannya tanpa diminta pemerintah, menceramahi suami mereka perihal membakar uang, perihal kesehatan, perihal mudharat, dan lain-lain.
Kita sering melihat poster serupa ini di banyak fasilitas kesehatan.
![]() |
15 racun mematikan di dalam 1 batang rokok, apakah mereka tau? Tau, tapi tak peduli |
Dan juga ini
![]() |
Hello smoker, mau bilang ini lebay? |
Atau yang ini
![]() |
Ok, yang ini hanya meme |
Edukasi dan sosialisasi nampaknya sudah dilakukan semua, dari poster keluaran Kemenkes sampai ala meme. Tapi tak ada perubahan yang signifikan.
Terus bagaimana lagi?
Mungkin kita bisa mencontoh Singapura, Thailand, dan Australia yang telah lebih dulu sukses menekan pravalensi perokok di negara mereka.
Sudah sejak 5 tahun lalu, Australia menerapkan harga Rp. 250.000 untuk sebungkus rokok. Kalau di Indonesia harga segitu sudah setara harga beras 20kg atau 15L susu sapi atau 150 butir telur.
Dengan harga yang selangit itu jangankan anak berseragam, orang dewasa yang berpenghasilan saja mikir banget mau mengeluarkan uang segitu hanya untuk sebungkus rokok.
Dan pemerintah Australia mengklaim telah mengurangi jumlah perokok sebesar 10% 👏.
Di Australia rokok sulit ditemukan. Di minimarket saja letaknya tersembunyi di rak tertutup dan hanya pramuniaga yang bisa mengambilkan. Kemasan rokok yang putih dan tidak menarik ditambah gambar yang menjijikkan harus tetap dibayar dengan sejumlah uang yang mahal. Belum lagi kalau merokok di tempat umum di Australia kalian akan kena damprat polisi yang patroli. Jika kalian bertanya dimana ruangan merokok kalian akan ditunjukkan tempatnya dengan muka masam.
Siapa pula lah yang tahan dengan harga rokok dan perlakuan sosial yang seperti itu?
Ya, perokok pantas mendapatkannya karena asap yang mereka berikan justru jauh lebih tidak nyaman untuk banyak orang – bahkan untuk dirinya sendiri.
Tidak hanya berbahaya bagi kesehatan raga tapi merokok juga berbahaya bagi kesehatan pernikahan. Betapa banyak suami istri yang cekcok karena tidak menemukan kata deal.
Keluarga di Indonesia kebanyakan memang bersistem patriarki alias garis keturunan bahkan kebanyakan pendapat lebih didominasi kaum pria, termasuk keputusan merokok. Para suami yang bekerja dan istrinya “hanya” di rumah saja pasti merasa istri tidak perlu mencampuri “hobi” nya. Padahal sebagai suami istri seharusnya saling menghargai dan menerima masukan yang terbaik untuk keluarga kecil mereka.
Tidak hanya cekcok bahkan yang sampai bercerai pun ada gara-gara si suami keukeuh tetap merokok. Yah, walaupun saya yakin keputusan itu terjadi setelah melewati ratusan kali keberatan dari si istri.
Lagipula istri mana tidak keberatan kalau alokasi belanja rumah tangga terkuras di porsi “hobi bakar-bakar uang” dibandingkan menyediakan makanan gizi seimbang untuk keluarga?
Belum lagi terhitung investasi kesehatan yang juga harus dialokasikan karena merokok.
Menurut Ibu Magdalena Sitorus dari Jaringan Perempuan Peduli Pengendali Tembakau pada acara talkshow yang diadakan oleh kbr.id pada tanggal 30 Mei 2018 dengan tema Selamatkan Generasi, Perempuan Dukung Rokok 50 Ribu, para istri HARUS perhatian dengan masalah ini karena rokok tidak hanya mengancam keuangan keluarga mereka tapi juga membuat mereka dan anak-anak mereka menjadi perokok pasif yang tiap hari mau tidak mau turut menghirup asap beracun yang dikeluarkan suami mereka.
Ngomong-ngomong mengancam keuangan keluarga, mari kita tabel distribusi pengeluaran belanja rumah tangga termiskin tahun 2011.
![]() |
Rokok ada di peringkat kedua mengalahkan konsumsi protein di rumah tangga miskin |
Jadi, berdasarkan survey BPS di atas, rumah tangga miskin di Indonesia lebih banyak “makan” rokok dibandingkan makan protein apalagi untuk memperbaiki rumah. Ketika Bantuan Langsung Tunai (BLT) dikucurkan pemerintah beberapa tahun lalu pun justru lebih banyak dibelanjakan ke sektor rokok.
Hal ini sesuai juga dengan yang disampaikan oleh salah satu narasumber pada Program Radio Ruang Publik KBR, acara yang sama dengan Ibu Magdalena, yaitu mba Ligwina Hananto, beliau yang juga seorang financial trainer seringkali menemui kasus seorang buruh pabrik yang setelah dicek kondisi keuangannya tidak ada anggaran untuk beli lauk dan juga sekolah anak tapi untuk rokok pengeluaran itu ada terus. Prioritas yang sungguh kelewat keliru.
Kan miris, kan 💔😩
Dukung Rokok Harus Mahal
Setelah pemaparan yang sudah saya sampaikan di atas, rasa-rasanya tidak lagi saya berpikir 2x untuk mendukung rokok harus mahal.
Keberhasilan Australia, Thailand, dan Singapura menekan jumlah perokok di negaranya wajib kita ikuti. Walaupun belum bisa mencapai harga seperti negara tetangga tersebut, rencana menaikkan harga rokok menjadi Rp. 50.000 adalah langkah awal yang baik. Semoga nilainya menjadi semakin naik dalam jangka waktu tertentu.
Hai, kalian para istri sholihah yang tak lelah mengingatkan suami kalian karena sayang dan cinta kalian pada mereka, cemas dan khawatir akan kesehatan mereka dan anak-anak kalian, serta ingin perekonomian keluarga membaik,
Yuk tandatangani petisi 1000 perempuan dukung rokok harus mahal di sini (klik linknya) ;
Ingat tanggung jawab di akhirat, Pak! Berat loh, berat….
5. Sudah dibuktikan oleh negara-negara lain yang menetapkan harga rokok mahal, bahwa ada penurunan jumlah perokok dari tahun ke tahun.
Mengapa #rokok50ribu?
Menurut survey yang pernah dilakukan lembaga Center for Health Economics and Policy Studies FKM UI, di harga inilah kebanyakan perokok akan berhenti merokok.
Walaupun saya yakin ada jutaan suara perempuan yang ingin menaikkan harganya di atas Rp. 100.000 sekalian agar semakin tak terjangkau, tapi kita tetap harus berhitung dengan kemungkinan munculnya rokok illegal dan penurunan bea cukai rokok terhadap pemasukan negara dan lebih dari itu menyiapkan lapangan kerja bagi pekerja rokok yang mungkin akan dirumahkan.
Dalam hati kecil saya berharap besar akan ada pengganti pekerjaan yang layak untuk mereka. Karena sungguh walaupun mereka mengklaim sejahtera karena pekerjaan mereka tapi tetap keberkahan dan pertanggungjawaban di hari nanti menjadi yang utama.
Ketentuannya, buat artikel dari pembahasan talkshow tersebut
✔️ Facebook Kantor Berita Radio-KBR,
✔️ Instagram @kbr.id
Ayo, kita dukung penuh program kampanye #rokokharusmahal agar semakin banyak yang sadar, semakin banyak keluarga yang terselamatkan, dan semakin banyak nyawa yang tertolong. Selamatkan generasi dari asap rokok yang mematikan!
Sumber referensi:
1. http://www.kemkes.go.id/
2. http://www.kbr.id
2. https://m.liputan6.com/amp/2912711/cerita-keretek-dan-sulitnya-merokok-di-australia
3. InfoDATIN – Hari Tanpa Tembakau Sedunia-
4. https://www.tribunjatim.com
5. https://www.depkes.go.id
6. Pixabay.com untuk gambar non copyright
Ya Allah ngilu rasanya, melihat gegara rokok semuanya jadi tak bisa diraih.
Wajib mahal pokoknya.
Aku perokok pasiif di lingkungan ku, huhuuu emang ya udah tahu bahaya rokok tuh jelas, tetep ajaa menikmatinya.
Btw aku mendukung banget rokok harus mahal,100rb/bungkus ajaa cukup..
huhu jadi kepikiran anakku yang tiap hari diantar abahnya yang masih merokok
Setuju banget rokok harus mahal. Kalau bisa, lebih dari Rp50.000.
Setuju banget rokok harus mahal. Moga2 sih kempennya gak sebatas wacana, kudu banyak gerakan yang bergabung ngepush pemerintah dan produsen rokok supaya bener2 mewujudkan rokok mahal. Dengan begitu perokok akan mikir2 kalau mau beli rokok ya mbaaakk…
Meskipun kampenya menggebu dilakukan, dan di bungkus rokok tertera gambar yang mengerikan, hal tersebut tak berpengaruh banyak. Setuju siy kalau harga rokok ini dinaikan, biar yang beli jadi think twice kalau mau beli.
Say hello dulu bapak dirjen bea cukai 😀 thanks for new insights
Kenaikan harga yg diwacanakan ini bukan tanpa dasar, sudah ada surveynya yang dilakukan oleh FKM UI tahun 2015-2016.
Kalo dilihat2 perokok ni ada golongan2nya: golongan berat, golongan menengah, dan golongan pemula. Tentu susah menyasar golongan berat yang rela makan rokok daripada makan nasi + lauk… Targetnya adalah golongan pemula dan yang ingin coba2, melihat harga yang semakin mencekik tentu saja membuat mereka berpikir ulang, aku pernah nanya pendapat temen2 ku yg perokok, sebagian bilang dengan harga rokok naik akan semakin menguatkan niat mereka untuk berenti merokok.
Ini urusan skala besar, jadi aku pikir kendali kuat ada di tangan pemerintah. Kontrol sosial penting tapi seberapa signifikannya? Tetap harus ada intervensi pemerintah utk mengendalikan jumlah perokok ini
Ok, thank u ya Pak sudah mampir
Iya sih bener mba, rokok kan racun semua itu di dalamnya, mematikan sel2 tubuh secara perlahan jadinya sel kita banyak yg mati sebelum beregenerasi, mau regenerasi eh dihantam racun duluan, degenerasi deh ujung2nya….
Masih terlalu murah 50rb itu.. Tapi okelah, utk awalnya bisa dicoba. Aku dulu perokok mba. Dari zaman kuliah sampe akhirnya mau nikah, baru stop. Pertama krn memang diminta suami, kedua yg bener2 bikin aku stop, krn aku melihat foto wanita umur sebayaku, tp mukanya udh seperti 50an keatas . Keriput dan kliatan tua banget 🙁 . Di situ sih aku shock nya. Krn aku ga pengin seperti itu. Selama ini aku rutin merawat kulit, ga mau aja kalo hrs tua sebelum waktunya. Makanya aku stop. Krn takut banget melihat sesuatu yg aku paling takuti, aging :p.
Mungkin para perokok yg susah berhenti itu, belum melihat bahaya rokok yg paling mereka takuti 🙂
pabrik2 rokok di indonesia ada 2 golongan, menggunakan mesin (produknya biasa disebut SKM, sigaret kretek mesin) dan menggunakan tangan (SKT, sigaret kretek tangan). memang agak dilema kalau seketika menaikkan harga rokok secara signifikan, mengapa? karena berbenturan dg program padat karya yg sdah dicanangkan pemerintah terutama untuk produsen rokok SKT. untuk info saja, kenaikan tarif cukai dalam rentang 5 tahun ini sudah berkisar diangka 200% ttpi hanya untuk produsen SKM, namun scra berangsur untuk produsen rokok SKT. Itu baru dari sisi pembebanan cukainya, yg perlu diwaspadai adalah perusahaan rokok besar yg melakukan diversifikasi usaha, bagi mereka kenaikan sgtu tdk akan berpengaruh besar mengingat prinsip kbanyakan perokok "sehari makan 2x gk pp asal ngerokok". 20 tahun adalah waktu yg mnjadi target pemerintah untuk mnghentikan usaha rokok di indonesia. kembali peran sosial bisa mnjadi langkah lain untuk menekan konsumsi rokok ini.
Waah mau banget dah kalo sampai masalah distribusinya juga dipersulit gitu. Semoga bisa pelan2 Indonesia bebas rokok… Aamiin
Kalau bisa sih ga cuma mahal, tapi harusnya rokok sulit didapatkan atau ga boleh masuk ke Indonesia, kayak di beberapa negara di Eropa, harganya mencapai ratusan ribu perbungkus dan ga tersedia dijual di toko2, mereka harus beli online 😔
Eh gimana mba? Maaf koq saya ambigu nangkapnya… Bukannya justru dengan banyaknya perokok perusahaan farmasi jadi laku keras yah karena selalu ada pasien
Masalahnya lainnya adalah rokok itu sudah membudaya dan merajalela. Para perokok juga selalu menganggap bahwa kampanye anti rokok adalah akal-akalan para perusahaan farmasi dan obat-obatan agar obatnya laku.
Saya mendukung campaign rokok harus mahal. Apa coba manfaat rokok?
Daripada beli rokok mendingan beli nabung onh. Dua tahun bisa pergi haji
setuju rokok harus mahal mba
Setuju banget rokok harus sangat mahal.
Sampai saat ini aku masih gak paham, manfaat positifnya perokok apa ya -__-